Motegi – Kalimat “Lebih dari Angka” terpampang jelas pada kaus khusus yang dikenakan Marc Márquez setelah ia memastikan diri meraih gelar juara dunia MotoGP ketujuh dalam kariernya. Perayaan itu berlangsung di Sirkuit Twin Ring Motegi, Jepang, dan menjadi simbol perjalanan panjang yang jauh melampaui sekadar hitungan statistik.
Tidak ada penjelasan resmi mengenai alasan Dorna Sports memilih tema tersebut. Namun, satu hal yang pasti, perayaan itu berhasil memperlihatkan sisi emosional Márquez sebagai manusia. Air mata yang tumpah menunjukkan betapa berat perjalanan yang harus ia lalui untuk kembali ke puncak. Meski begitu, ketangguhan mentalnya justru tampak semakin jelas.
Dalam lima tahun terakhir, Márquez menghadapi rangkaian ujian yang nyaris meruntuhkan kariernya. Kebangkitan dari fase terkelam itu membutuhkan kekuatan mental yang luar biasa—sesuatu yang tidak bisa diukur dengan angka.
Awal Dekade yang Berujung Petaka
Menjelang dekade 2020, Márquez berada di puncak kejayaan. Musim 2019 ditutup dengan gelar juara dunia MotoGP keenamnya, sekaligus menjadikannya mengoleksi delapan titel juara dunia di semua kelas. Angka delapan pun kerap dimaknai sebagai simbol keabadian, sebuah refleksi dominasi yang nyaris tak tertandingi di era tersebut.
Namun, supremasi itu runtuh secara tiba-tiba. Musim 2020 justru menjadi titik balik yang menyakitkan. Pada balapan MotoGP Spanyol di Sirkuit Jerez, Juli 2020, Márquez mengalami kecelakaan hebat yang membuat tulang humerus lengan kanannya patah. Upaya comeback terlalu cepat justru memperparah kondisi cedera.
Akibatnya, Márquez harus menjalani operasi dan menepi sepanjang musim. Ia sempat kembali pada 2021 dan mencicipi beberapa kemenangan, tetapi konsistensi tak kunjung kembali. Nasib buruk kembali menghantam pada MotoGP Mandalika 2022, ketika kecelakaan keras memicu kambuhnya diplopia atau gangguan penglihatan ganda.
Musim demi musim berlalu tanpa kemenangan. Honda RC213V yang ia tunggangi pada 2023 pun tak mampu bersaing. Frustrasi Márquez memuncak, bahkan terekam jelas saat ia meluapkan emosi di MotoGP Jerman 2023.
Titik Terendah dan Keputusan Besar
Situasi tersebut hampir membuat Márquez mengakhiri kariernya lebih cepat. Namun, harapan datang saat Gresini Racing membuka pintu baginya di pertengahan 2023. Keputusan itu tidak mudah. Márquez harus rela meninggalkan kenyamanan finansial dan menerima pemotongan gaji signifikan, bergantung pada sponsor pribadi demi tetap berada di lintasan.
Risiko itu terbayar lunas. Musim 2024 menjadi titik kebangkitan. Márquez kembali kompetitif dan mampu meraih tiga kemenangan. Performa tersebut mengantarkannya ke kursi tim pabrikan Ducati Lenovo untuk MotoGP 2025—memberinya motor terbaik untuk kembali berburu prestasi.
Hasilnya luar biasa. Dalam satu musim, Márquez mencatat 11 kemenangan balapan utama dan 14 kemenangan Sprint Race dari 17 seri. Total koleksi kariernya pun melonjak menjadi 73 kemenangan dan 126 podium dari 207 start.
Gelar juara dunia ketujuh MotoGP—atau kesembilan di semua kelas—akhirnya kembali ke tangannya, meski sempat memicu perdebatan soal pengakuan gelar di kelas bawah.
Lebih dari Sekadar Statistik
Alih-alih memperpanjang polemik, tema “Lebih dari Angka” dipilih sebagai penanda makna gelar tersebut. Bagi Márquez, titel ini bukan sekadar nomor dalam buku sejarah, melainkan hasil dari perjuangan panjang yang diwarnai rasa sakit, air mata, dan pengorbanan selama bertahun-tahun.
Tidak mengherankan jika momen perayaan itu terasa begitu emosional. Márquez tak kuasa menahan tangis saat menyaksikan video penghormatan khusus dari Dorna Sports—sebuah refleksi perjalanan dari keterpurukan menuju kebangkitan.
Namun, kisah ini tampaknya belum mencapai akhir. Meski usia tak lagi muda, ambisi Márquez masih menyala. Selama tubuhnya mampu bersaing dan cedera tidak kembali menghalangi, ia masih berpeluang menambah deretan prestasi.
Bagi Marc Márquez, angka hanyalah catatan. Perjuangan di baliknya adalah cerita yang akan membuat namanya terus dikenang dalam sejarah MotoGP. Yang terbaik, mungkin, belum sepenuhnya datang.(BY)












