Jakarta – Kabupaten Aceh Tamiang masih berada dalam kondisi genting sepekan setelah diterjang banjir bandang dan longsor pada 25 November 2025. Dampak bencana ini membuat wilayah tersebut tampak seperti kota mati.
Selain menghadapi krisis pangan, kekurangan tempat tinggal, dan keterbatasan air bersih, warga juga disuguhi pemandangan puing-puing berupa truk, mobil, dan kayu gelondongan berserakan di berbagai sudut kota—menjadi saksi bisu dahsyatnya bencana.
Di pusat Kabupaten Aceh Tamiang, Kota Kuala Simpang, kerusakan terlihat jelas. Truk tangki bertumpuk, rumah-rumah hancur tertimpa kayu gelondongan, dan aliran listrik padam total. Hampir seluruh rumah warga di kota ini mengalami kerusakan parah.
Sementara itu, di Desa Kota Lintang Bawah, Kecamatan Kota Lintang, tingkat kerusakan rumah mencapai sekitar 90 persen.
Sejak bencana terjadi, warga kesulitan berkomunikasi akibat tiang listrik yang roboh dan terbawa arus banjir, sehingga pemadaman listrik diperkirakan akan berlangsung lama. “Mati listrik kemungkinan baru normal sekitar dua bulan ke depan,” ujar seorang warga, Minggu (7/12/2025).
Kondisi infrastruktur yang lumpuh semakin memperparah kesulitan warga dalam mengakses informasi dan bantuan.
Bencana ini juga menimbulkan reaksi keras dari masyarakat terkait pernyataan Kepala BNPB yang menyebut dampak banjir dibesar-besarkan di media sosial.
Menurut warga Aceh Tamiang, M. Zainal Tanjung, warga saat ini sangat membutuhkan bantuan logistik, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah pelosok. Selain itu, terpal untuk mendirikan tenda darurat menjadi kebutuhan mendesak karena hampir 90 persen rumah rusak berat.
“Apa yang viral di media sosial belum sebanding dengan kehancuran yang kami alami secara langsung di Aceh Tamiang,” tegasnya.(des*)












