Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyal akan menambah alokasi impor untuk SPBU non-Pertamina pada tahun mendatang. Kebijakan ini dipertimbangkan setelah beberapa waktu terakhir sejumlah SPBU swasta mengalami keterbatasan pasokan bahan bakar.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa penentuan kuota impor 2026 bagi badan usaha pengelola SPBU akan disesuaikan dengan proyeksi kebutuhan tahun depan. Lonjakan permintaan BBM pada SPBU swasta sepanjang 2025—yang sebagian dipenuhi melalui tambahan impor oleh PT Pertamina Patra Niaga—menjadi salah satu faktor yang kini dievaluasi.
“Pada 2025 ini total volume penjualan mereka kita tambah sekitar 10% dibandingkan tahun sebelumnya, mengikuti kenaikan permintaan. Evaluasi terkait pemberian kuota impor sedang dilakukan oleh Ditjen Migas,” ujar Yuliot saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).
Ia menambahkan, selama bulan Desember para operator SPBU, baik perusahaan swasta maupun Pertamina, sudah diperkenankan mengajukan permintaan kuota impor untuk kebutuhan tahun 2026. Penetapan kuota tersebut akan mengacu pada realisasi penjualan BBM sepanjang 2025.
“Saat ini seluruh badan usaha, termasuk Pertamina jika memerlukan impor, sudah bisa mengirimkan usulan kuota untuk tahun depan. Dasarnya adalah data penjualan tahun ini,” tuturnya.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga telah menyalurkan tambahan pasokan BBM impor untuk membantu SPBU swasta yang mengalami kekurangan stok. Total volume yang dikirimkan kepada empat operator SPBU swasta mencapai sekitar 430 ribu barel guna menjamin ketersediaan hingga akhir 2025, sebelum mereka memperoleh kuota impor baru dari pemerintah.
Dalam catatan terakhir, Shell Indonesia menambah impor BBM sekitar 100 ribu barel bulan ini. Sementara itu, BP-AKR membeli pasokan tambahan dari Pertamina sebanyak 200 ribu barel, dan sisanya dipenuhi oleh Vivo.(BY)
