Berita untuk Anda
RedaksiArsip
Solok  

RSUD M. Natsir Jadi Rujukan Utama Layanan Saraf di Sumbar

Gubernur Sumbar)Mahyeldi Ansharullah menyambut positif kegiatan pengabdian masyarakat
Gubernur Sumbar)Mahyeldi Ansharullah menyambut positif kegiatan pengabdian masyarakat

Solok — Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah menyambut positif kegiatan pengabdian masyarakat yang digelar oleh tim Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di RSUD Mohammad Natsir, Solok.

Menurut Mahyeldi, kolaborasi ini merupakan langkah strategis untuk memperluas akses layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat Sumbar.

“Kehadiran tim FKUI RSCM di RSUD M. Natsir merupakan upaya bersama untuk menghadirkan pelayanan bedah saraf yang lebih merata, sekaligus meningkatkan kompetensi tenaga medis lokal,” ujar Gubernur Mahyeldi di Solok, Jumat (21/11/2025).

RSUD M. Natsir merupakan rumah sakit rujukan utama bagi enam kabupaten/kota di Sumbar, dengan jumlah pasien yang terus meningkat sejak 2020. Gubernur Mahyeldi berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi agenda tahunan.

“Kami berharap program ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga menjadi fondasi kerja sama jangka panjang yang memberikan dampak positif bagi masyarakat,” tambahnya.

Berdasarkan data RSUD M. Natsir, pasien rawat jalan meningkat dari 81.342 orang pada 2020 menjadi 126.783 orang pada 2024. Sementara pasien rawat inap bertambah dari 8.593 orang pada 2020 menjadi 13.217 orang pada 2024. Mayoritas pasien berasal dari Kabupaten Solok (58,2 persen) dan Kota Solok (34,1 persen), diikuti Kota Sawahlunto (2,8 persen), Sijunjung (2,3 persen), Solok Selatan (0,4 persen), dan Darmasraya (0,3 persen).

Sementara itu, Kepala Bedah Saraf FKUI RSCM, Dr. Setyo Widi Nugroho, menekankan pentingnya perhatian terhadap layanan kesehatan saraf di Indonesia, terutama untuk penyakit KankerJantungStroke, dan Uronefro (KJSU). Menurutnya, kesadaran masyarakat terhadap risiko penyakit ini masih perlu ditingkatkan agar penanganan tidak terlambat.

“Kualitas dan akses layanan stroke di Indonesia masih tertinggal. Banyak pasien datang terlambat sehingga memerlukan pengobatan yang lebih kompleks,” jelas Setyo.

Berdasarkan analisis internal, untuk menangani pasien stroke secara optimal, Indonesia membutuhkan 435 rumah sakit siap stroke. Saat ini, jumlah yang tersedia baru 37 rumah sakit, sehingga penguatan layanan bedah saraf di daerah menjadi sangat penting.(des*)