Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menyidangkan terdakwa Rizieq Shihab dalam perkara kasus penyebaran kabar bohong (hoaks) hasil tes swab virus Covid-19 di RS Ummi Bogor, Rabu (20/5) kemarin.
Selain Rizieq, perkara ini juga turut menyeret Direktur RS Ummi Andi Tatat, dan menantunya sendiri Hanif Alatas.
Sebagaimana dikutip CNNindonesia.com, Rizieq dan pengacaranya menghadirkan sejumlah ahli yakni Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, Ahli Hukum Pidana dan Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan, dan Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tonang Dwi Ardianto.
Lalu, terdapat dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Muhammad Luthfi Hakim, Ahli Linguistik Forensik dari Universitas Indonesia Frans Asisi Datang dan ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muzakir.
Sejumlah fakta terungkap dalam persidangan ini. Mulai dari pendapat dari para ahli yang ‘membela’ Rizieq terhadap kasus tersebut, hingga hampir seluruh ahli ditolak oleh jaksa.
Pidana Tambahan Tak Rasional
Refly menilai seorang terdakwa yang telah dituntut melanggar protokol kesehatan pencegahan virus corona (Covid-19) dan dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik oleh pengadilan sangat berlebihan dan tak rasional.
Refly menilai hukuman pencabutan hak politik terhadap seorang terdakwa kerap terjadi pada kasus kejahatan yang bersifat luar biasa atau extraordinary crime.
“Karena kalau mereka bebas dan punya hak-hak politik dipilih dan memilih, maka mereka punya pengaruh besar, dan dikhawatirkan justru pengaruh itu damage-nya lebih besar lagi,” kata Refly.
Rizieq sendiri telah dituntut dicabut hak untuk berkecimpung dalam kepengurusan keormasan selama 3 tahun dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat oleh jaksa. Rizieq juga di tuntut selama 2 tahun penjara oleh jaksa dalam kasus yang sama.
Satgas Tak Berwenang Buka Rahasia Pasien
Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Muhammad Luthfi Hakim menilai Satgas Covid-19 tak memiliki wewenang untuk membuka rahasia medis pasien yang tengah dirawat di rumah sakit.
Luthfi menilai pihak yang memiliki akses terhadap Rumah Sakit yakni dinas kesehatan di tiap-tiap provinsi atau kota setempat.
“Nggak ada urusan Satgas. Tugas Satgas hanya hal yang sifatnya kebijakan strategis. Bukan satu persatu pasien. Kalau seperti itu habis waktunya ngurus rumah sakit itu,” kata Luthfi.
Perbedaan Diksi Bohong dan Keliru
Ahli Linguistik Frans Asisi Datang menilai seseorang yang mengaku sehat tak serta merta dicap sebagai berbohong. Sebab, seseorang tersebut belum ada hasil pemeriksaan tes virus corona yang membuktikan.
“Kalau hasilnya sudah ada tapi menyembunyikan hasil, itu dapat disebut bohong,” ujar Frans.
Frans menjelaskan yang dimaksud dengan berbohong dalam KBBI yakni tindakan menyembunyikan suatu kebenaran yang diikuti dengan niat.
Dalam kasus swab palsu RS Ummi Bogor, Rizieq belum mengetahui hasilnya. “Tapi bisa dikatakan keliru, kalau dia tidak tahu dan tidak ada niat menyembunyikan,” ujar Frans.
Jaksa Tolak 5 Ahli
Persidangan kali ini juga diwarnai dengan penolakan jaksa penuntut umum terhadap lima ahli yang dihadirkan Rizieq.
Salah satunya adalah Refly yang dinilai kurang kompeten untuk menjadi ahli dalam kasus pidana terapan.
“Karena perkara ini termasuk hukum pidana terapan, kami mengesampingkan Refly Harun,” kata jaksa.
Dari enam orang ahli yang dihadirkan, jaksa hanya melanjutkan untuk mendalami beberapa pertanyaan kepada ahli hukum dari UII Muzakir. (*)