Jakarta – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberikan penjelasan terkait kondisi beras di pasaran yang belakangan ramai dibicarakan karena harganya melonjak dan stok di sejumlah pasar modern disebut terbatas. Bapanas menegaskan, ketersediaan beras di tingkat nasional masih cukup, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan.
Meski begitu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, mengakui harga beras memang mengalami kenaikan. Ia menegaskan, penyebab utama bukanlah kelangkaan pasokan, melainkan dampak dari meningkatnya harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani. Harga GKP yang semula Rp6.000 kini sudah naik menjadi Rp6.500 per kilogram.
“Kenaikan harga beras merupakan konsekuensi dari meningkatnya GKP. Dari Rp6.000 naik ke Rp6.500, otomatis biaya di penggilingan padi ikut terkerek dan berimbas pada harga jual beras,” ujar Ketut dalam forum diskusi publik bersama Ombudsman, Selasa (26/8/2025).
Untuk meredam gejolak harga, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah. Salah satunya dengan mempercepat penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dikelola Bulog. Program ini ditargetkan menyalurkan sekitar 1,3 juta ton beras medium sepanjang Juli hingga Desember 2025.
“Intervensi pemerintah dilakukan lewat SPHP. Kami terus berkoordinasi dengan Bulog agar distribusinya semakin cepat, karena masih ada wilayah yang belum mendapatkan beras SPHP secara merata,” tambahnya.
Selain SPHP, pemerintah juga menyalurkan bantuan pangan kepada lebih dari 18 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan total sekitar 360 ribu ton beras. Bantuan itu diberikan dalam bentuk 10 kilogram beras per bulan untuk Juni dan Juli. Namun, karena kendala teknis dan administrasi, penyaluran akhirnya dilakukan sekaligus, sehingga masing-masing KPM menerima 20 kilogram pada periode Juli–Agustus.(BY)












