Berita untuk Anda
RedaksiArsip

Plt Kadisdik Pastikan Fernando Sudah Aktif Sekolah, Isu Seragam Hanya Miskomunikasi

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman.

Padang Pariaman Fernando Hamzah, siswa SMP Negeri 1 Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, yang sempat mencuri perhatian publik karena tidak dapat melanjutkan sekolah akibat kendala biaya seragam, kini telah kembali belajar seperti biasa.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman, Dedi Spendri, memastikan bahwa Fernando sudah aktif mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya. Ia menyebut persoalan yang sempat viral itu hanyalah kesalahpahaman antara pihak sekolah dan orang tua siswa.

“Sekarang Fernando sudah kembali bersekolah. Masalah kemarin hanyalah miskomunikasi,” kata Dedi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (26/7).

Dedi menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mewajibkan orang tua siswa untuk membeli seragam dari sekolah. Ia menekankan bahwa seragam bukanlah syarat mutlak untuk bisa mengikuti proses belajar-mengajar.

“Tidak ada kewajiban membeli seragam dari sekolah. Kalau siswa sudah punya, bahkan seragam bekas sekalipun, itu tetap boleh digunakan,” ujarnya, Selasa (22/7).

Ia juga membantah kabar bahwa Fernando dilarang mengikuti pelajaran hanya karena belum melunasi biaya daftar ulang. Menurutnya, tidak boleh ada siswa yang kehilangan hak pendidikan karena kendala administratif semacam itu.

“Sekolah tidak punya wewenang untuk melarang siswa belajar hanya karena persoalan pembayaran. Itu urusan antara wali murid dan sekolah, tapi siswa tetap harus bisa belajar,” tegasnya.

Sebelumnya, Fernando sempat tak bisa kembali ke bangku kelas VIII lantaran terbentur biaya daftar ulang sebesar Rp950.000. Jumlah itu menjadi beban berat bagi ibunya, Nuraini, yang hanya berprofesi sebagai pedagang kecil.

Dengan mata berkaca-kaca, Nuraini mengungkapkan bahwa ia sempat berusaha membayar dengan uang pinjaman sebesar Rp300.000. Ia telah memohon agar pembayaran dapat dicicil, namun disebutkan pihak sekolah meminta pelunasan penuh.

“Saya sudah coba minta keringanan, tapi katanya harus lunas. Karena tak sanggup membayar, anak saya tak bisa daftar ulang,” ujar Nuraini dengan nada pilu.

Sejak saat itu, Fernando yang dikenal rajin dan penuh semangat belajar, hanya bisa membantu sang ibu di warung kecil milik mereka. Saat teman-temannya mulai bersekolah, ia hanya duduk di rumah menahan kesedihan.

“Dia hanya diam di rumah. Saya tahu dia sedih, tapi tak pernah mengeluh,” ungkap Nuraini.

Ketidakpastian soal biaya tersebut membuat Nuraini semakin bingung, apalagi rincian yang diberikan pihak sekolah menyebutkan biaya itu untuk pengadaan seragam, tanpa opsi cicilan. Sementara penghasilannya dari berdagang tidak menentu setiap hari.

Kisah Fernando memicu keprihatinan luas dari masyarakat dan menimbulkan pertanyaan besar soal komitmen sekolah negeri dalam menjamin akses pendidikan tanpa diskriminasi, seperti diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.

Apakah layak seragam menjadi penghalang bagi seorang anak untuk mengenyam pendidikan? Kini, berkat perhatian publik dan klarifikasi dari dinas terkait, Fernando kembali bisa meraih mimpinya di bangku sekolah.(des*)