Jakarta, Fativa.id
DPR mengusulkan agar perguruan tinggi dapat memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan cara prioritas. Usul ini tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang telah disetujui menjadi RUU usul inisatif DPR, pada Kamis (23/1/2025).
Ketua Umum PP KAMMI, Ahmad Jundi Khalifatullah, menyatakan penolakan terhadap RUU Minerba yang memberikan izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
“Kami dengan tegas menolak RUU Minerba yang melibatkan kampus dalam pengelolaan tambang. Seharusnya kampus fokus menyiapkan SDM berkualitas bukan bisnis tambang,” ucapnya.
Menurut Jundi, pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi tak sejalan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, yang mengatur tugas pokok perguruan tinggi yaitu menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Tugas utama perguruan tinggi itu menjalankan Tridharma dengan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kontribusi kampus itu dengan riset AMDAL-nya, bukan ikut berbisnis tambang. Jadi keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dikti,” terangnya.
Arsandi Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, menduga usulan perguruan tinggi yang mendapatkan konsensi tambang merupakan upaya pemerintah agar dapat membungkam kritik dari kampus.
“Ini jebakan pemerintah agar kampus tak lagi kritis, diberikan tambang agar kampus tunduk kepada pemerintah,” katanya.
Keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang menurut Arsandi, akan berpotensi membuat kampus kehilangan independensi. Padahal kampus memiliki kewajiban moral untuk mengawal serta mengawasi jalannya Pemerintahan.
Arsandi pun menyoroti urgensi revisi UU Minerba yang terkesan mendesak padahal tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025. Bahkan menurutnya, pembahasan revisi UU Minerba banyak kejanggalan sebab dibahas secara terburu-buru dan minim partisipasi publik.
“Revisi UU Minerba ini dibahas dengan terburu-buru, tidak transparan dan mengabaikan partisipasi publik. Bahkan pengakuan anggota DPR sendiri pun baru mendapatkan naskah akademik 30 menit sebelum rapat dimulai. Jadi publik bertanya-tanya ada kepentingan apa lagi di balik revisi UU Minerba ini? Terlebih RUU Minerba tak ada dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025,” pungkasnya .