Jakarta – Persediaan telur ayam ras di Indonesia diperkirakan masih mencukupi hingga periode Lebaran 2026. Produksi dari peternak dalam negeri dinilai mampu menopang seluruh kebutuhan konsumsi masyarakat tanpa harus mengandalkan pasokan dari luar.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa, menjelaskan bahwa produksi telur nasional saat ini berada pada kondisi surplus. Karena itu, kebutuhan masyarakat sepanjang Ramadhan hingga Hari Raya diyakini aman.
“Jumlah stok telur secara nasional melimpah dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk periode Ramadhan pun kami prediksi tetap aman karena produksi kita surplus,” ujarnya, Jumat (26/12/2024).
Ketut menyebutkan adanya peningkatan permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Namun lonjakan konsumsi tersebut dinilai masih sejalan dengan ketersediaan telur yang mencukupi. Program Makan Bergizi (MBG) disebut memberikan tambahan permintaan, tetapi pengaruhnya relatif kecil.
“Memang ada dampak MBG, tetapi tidak besar. Yang paling terasa saat ini adalah kenaikan permintaan karena momentum Nataru,” tambahnya.
Berdasarkan proyeksi neraca pangan yang rutin diperbarui, kebutuhan telur ayam ras nasional diperkirakan sekitar 6,487 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, kebutuhan untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) MBG tahun 2025 hanya sekitar 1,96 persen, atau sekitar 127,3 ribu ton.
Adapun produksi telur ayam ras diperkirakan mencapai 6,561 juta ton per tahun, lebih tinggi dibandingkan kebutuhannya. Kondisi tersebut membuat stok akhir tahun 2025 diproyeksikan meningkat menjadi sekitar 74,5 ribu ton, melonjak jauh dibanding stok akhir 2024 yang sekitar 29,3 ribu ton.
Walau pasokan dinilai aman, Bapanas tetap memonitor perkembangan harga di pasar. Pemerintah menargetkan harga eceran telur berada pada kisaran Harga Acuan Penjualan (HAP) sebesar Rp30.000 per kilogram.
“Kami sudah berkoordinasi dengan para peternak, dan mereka berkomitmen menjaga harga di tingkat peternak pada kisaran Rp22.000 sampai Rp25.000 per kilogram. Dengan begitu, pedagang masih bisa menjual ke konsumen sekitar Rp30.000,” kata Ketut.(BY)












