Pupuk Indonesia Dorong Transformasi untuk Ketahanan Pangan

Pupuk sebagai Fondasi Ketahanan Pangan: Transformasi Pupuk Indonesia Jaga Pertanian Nasional.
Pupuk sebagai Fondasi Ketahanan Pangan: Transformasi Pupuk Indonesia Jaga Pertanian Nasional.

Jakarta — Dunia pertanian Indonesia tengah berada pada fase yang sangat menuntut. Pertumbuhan jumlah penduduk, ketersediaan lahan yang makin terbatas, serta tekanan perubahan iklim membuat sektor ini harus mampu memproduksi pangan secara lebih efisien sekaligus berkelanjutan. Dalam kondisi seperti ini, pupuk tak lagi dianggap sekadar sarana penunjang, melainkan menjadi pilar utama keberhasilan pertanian modern dan ketahanan pangan nasional.

Tanpa ketersediaan pupuk yang tepat jenisnya, mudah diakses, dan terjangkau, peningkatan produktivitas sulit diwujudkan. Kesadaran inilah yang membuat PT Pupuk Indonesia (Persero) menempatkan transformasi industri pupuk sebagai prioritas strategis nasional.

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menegaskan bahwa pupuk merupakan komoditas vital yang pasokannya harus terjamin setiap saat. Menurutnya, tugas perusahaan bukan hanya memproduksi dan menyalurkan pupuk, tetapi juga mendorong inovasi, digitalisasi, pembaruan model bisnis, serta memperkuat program pendampingan bagi petani.

“Pengembangan industri pupuk menjadi pondasi kuat bagi ketahanan pangan nasional sekaligus penggerak ekonomi,” ujarnya di Jakarta.

Sebagai produsen pupuk terbesar di Tanah Air, Pupuk Indonesia memegang tanggung jawab besar memastikan pasokan pupuk subsidi dan non-subsidi tersedia di setiap musim tanam. Jutaan ton pupuk dikirim ke berbagai wilayah, agar petani memperoleh pupuk sesuai kebutuhan lahannya.

Dengan terbatasnya perluasan lahan pertanian, peningkatan hasil panen lebih banyak mengandalkan intensifikasi. Di sinilah peran pupuk menjadi semakin sentral — membantu menjaga kesuburan tanah, mempercepat siklus tanam, dan meningkatkan hasil secara signifikan.

Pupuk Indonesia memproduksi berbagai jenis pupuk sesuai karakter tanaman dan lahan: mulai dari Urea yang kaya nitrogen, NPK dengan unsur hara seimbang, ZA untuk meningkatkan kualitas panen, hingga pupuk organik guna menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang. Di saat yang sama, perusahaan mengembangkan formula ramah lingkungan dan produk spesifik komoditas agar produktivitas meningkat tanpa merusak ekosistem.

Transformasi tersebut tidak hanya berdampak pada pertanian, tetapi juga pada perekonomian nasional. Industri pupuk menyerap banyak tenaga kerja, menggerakkan aktivitas ekonomi daerah, serta menjadi bagian penting dari rantai pasok pangan. Secara global, Pupuk Indonesia juga diperhitungkan. Berdasarkan kinerja laba, perusahaan ini berada di posisi kelima produsen pupuk terbesar di dunia.

Digitalisasi menjadi tulang punggung perubahan. Melalui sistem iPubers, distribusi pupuk dapat dipantau secara real time, sehingga lebih transparan dan akuntabel. Teknologi ini membantu memastikan pupuk bersubsidi benar-benar diterima petani yang berhak sesuai kebijakan pemerintah.

Di sisi lain, Pupuk Indonesia terus bergerak menuju industri hijau: menghemat energi, memanfaatkan sumber energi terbarukan, dan memproduksi pupuk ramah lingkungan demi keberlanjutan jangka panjang. Semua itu dilakukan sejalan dengan upaya pemberdayaan petani agar lebih modern, produktif, dan sejahtera.

Pada akhirnya, pupuk menjadi penghubung antara kebijakan, industri, dan kehidupan petani. Transformasi menyeluruh—mulai dari inovasi produk, digitalisasi, tata kelola modern, hingga komitmen terhadap lingkungan—menegaskan peran Pupuk Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Babak Baru Subsidi Pupuk

Ketahanan pangan dibangun melalui kebijakan yang benar-benar bekerja hingga ke sawah. Tahun 2025 menjadi momentum penting ketika pemerintah menata ulang sistem pupuk bersubsidi, menurunkan harga, dan memanfaatkan teknologi agar distribusi lebih tepat sasaran.

Melalui Perpres Nomor 113 Tahun 2025, yang merevisi Perpres Nomor 6 Tahun 2025, pemerintah tidak hanya memperbaiki mekanisme penyaluran, tetapi juga menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) hingga 20 persen — kebijakan yang jarang terjadi sebelumnya.

Di titik ini, Pupuk Indonesia berperan sebagai jembatan antara regulasi pemerintah dan kondisi lapangan.

“Digitalisasi memungkinkan perubahan tata kelola dilakukan lebih cepat dan presisi, sehingga petani makin mudah mendapatkan pupuk bersubsidi,” ujar Direktur Manajemen Risiko Pupuk Indonesia, Ninis Kesuma Adriani.

Mulai 1 Januari 2025, pupuk subsidi dapat ditebus lebih awal, sementara penurunan HET pada 22 Oktober 2025 memberikan ruang bernapas bagi petani.

Teknologi yang Bekerja Tanpa Banyak Disadari

Sistem iPubers mencatat setiap perjalanan pupuk dari gudang hingga petani secara real time. Pencatatan manual yang rawan celah kini digantikan data digital yang jelas dan mudah diawasi.

“Seluruh penyaluran dapat dipantau kapan saja, sehingga potensi penyimpangan dapat ditekan,” kata Ninis.

Bagi petani, manfaat paling terasa adalah kepastian: pupuk tersedia, tepat waktu, dan sesuai hak.

Transformasi tidak berhenti di sana. Berbagai sistem integritas dan antikorupsi diterapkan — mulai dari SIAP GCG, Gratifikasi Online KPK, PRISMA, COMPOS berbasis ISO 37301:2021, hingga Whistleblowing System yang terhubung dengan KPK dan LPSK — sebagai pagar yang memastikan kebijakan berjalan bersih.

Implementasi Perpres 113 Tahun 2025

Bagi Pupuk Indonesia, Perpres 113/2025 bukan hanya penyesuaian subsidi, tetapi titik balik menuju industri pupuk yang efisien, modern, dan berkelanjutan.

Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Yehezkiel Adiperwira, menjelaskan bahwa regulasi ini memperkuat transformasi yang sudah berjalan, terutama dalam menghadapi volatilitas harga bahan baku dan tuntutan efisiensi.

Salah satu perubahan besar adalah ditinggalkannya skema subsidi cost plus — di mana seluruh biaya produksi dibebankan ke negara — dan diganti dengan marked-to-market (MTM) yang mendorong efisiensi nyata di level industri.

Walau mendorong efisiensi, pemerintah tetap memastikan harga pupuk bagi petani terjaga lewat HET. Dengan demikian, kebijakan ini menciptakan keseimbangan antara keterjangkauan bagi petani dan kebutuhan industri untuk berbenah.

Fondasi Transformasi Jangka Panjang

Perpres 113/2025 membuka peluang bagi:

efisiensi operasional,

penguatan rantai pasok bahan baku,

investasi teknologi,

dan pembaruan fasilitas produksi.

Semua itu menjadi prasyarat stabilitas pangan nasional di tengah tantangan global.

KTNA menilai kebijakan ini berada di jalur tepat. Produksi pupuk meningkat, distribusi lebih lancar, dan keluhan petani berkurang drastis.

Pada akhirnya, transformasi ini bukan sekadar pembaruan industri, tetapi juga upaya memastikan keadilan distribusi, integritas tata kelola, dan kepercayaan petani — fondasi utama ketahanan pangan Indonesia.(BY)