Berita untuk Anda
RedaksiArsip

Era Baru Energi Nasional, Pertamina Rampungkan Proyek RDMP dan Tangki Minyak Terbesar di Asia Tenggara

RDMP Balikpapan Tingkatkan Kapasitas Produksi BBM dan LPG, Dukung Ketahanan Energi di RI.
RDMP Balikpapan Tingkatkan Kapasitas Produksi BBM dan LPG, Dukung Ketahanan Energi di RI.

Jakarta PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding Refining & Petrochemical milik PT Pertamina (Persero), tengah menapaki babak baru dalam industri pengolahan minyak nasional. Anak usaha ini baru saja menyelesaikan pembangunan fasilitas Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) yang berfungsi mengubah sisa hasil pengolahan minyak mentah menjadi produk bernilai tinggi.

Fasilitas RFCC tersebut tidak hanya menghasilkan LPG dan bensin (gasoline), tetapi juga memproduksi propylene, bahan baku utama untuk industri petrokimia dan plastik. Kehadiran unit baru ini diharapkan meningkatkan efisiensi kilang sekaligus memperkuat daya saing sektor hilir migas Indonesia.

Pembangunan RFCC menjadi bagian dari proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang berlokasi di Kalimantan Timur. Tanda kemajuan penting proyek ini ditunjukkan dengan proses pemasukan katalis perdana pada Agustus lalu.

“Kami menargetkan RFCC Balikpapan dapat beroperasi penuh pada kuartal IV tahun ini,” jelas Pjs Corporate Secretary KPI, Milla Suciyani, belum lama ini.

Menurut Milla, katalis berperan vital dalam proses pengolahan karena menjadi elemen utama yang memicu reaksi kimia pada unit RFCC. Tahap ini menandai kesiapan fasilitas tersebut menuju operasional komersial.

“Pemasukan katalis menjadi tonggak penting yang menunjukkan bahwa unit RFCC siap dioperasikan. Fasilitas ini akan mengolah minyak berat menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. Dengan keberhasilan tahap ini, Kilang Balikpapan semakin dekat menuju pengoperasian penuh,” tambahnya.

Unit RFCC Balikpapan memiliki kapasitas pengolahan 90.000 barel per hari, menjadikannya yang terbesar di jaringan kilang Pertamina. Sebagai perbandingan, fasilitas serupa di Kilang Cilacap yang telah beroperasi sejak 2015 hanya mampu mengolah 62.000 barel per hari.

“Beroperasinya RFCC Balikpapan akan meningkatkan kapasitas sekaligus memperkuat peran KPI sebagai tulang punggung ketahanan energi nasional. Ini mendukung cita-cita kemandirian energi karena kilang akan menghasilkan lebih banyak produk berkualitas tinggi,” ujar Milla.

Ia menambahkan, proyek ini sejalan dengan visi pemerintah dalam Asta Cita, khususnya poin ketiga mengenai kemandirian ekonomi berbasis energi bersih dan berkelanjutan serta poin keenam tentang pemerataan pembangunan wilayah.

“RFCC bukan hanya memperkuat pasokan energi, tetapi juga membuka peluang ekonomi di daerah, menciptakan lapangan kerja, dan memberikan efek berganda bagi masyarakat sekitar,” ungkap Milla.

Pemerintah sendiri telah menetapkan RDMP Balikpapan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diharapkan menjadi tonggak transformasi ketahanan energi Indonesia. Melalui proyek ini, kapasitas pengolahan kilang meningkat dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari. Saat ini, total kapasitas produksi seluruh kilang yang dikelola KPI mencapai 1,05 juta barel per hari.

Selain peningkatan kapasitas, RDMP Balikpapan juga dirancang untuk menghasilkan produk dengan standar Euro 5, yang lebih ramah lingkungan dibandingkan standar Euro 2 sebelumnya. Kompleksitas kilang pun meningkat, memungkinkan efisiensi operasional dan diversifikasi produk yang lebih luas.

Dari sisi ekonomi, proyek ini membawa multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja lokal, tumbuhnya industri pendukung, hingga penguatan rantai pasok nasional.

Tantangan Industri Kilang Nasional

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menilai industri kilang memiliki peran strategis dalam menjaga pasokan energi nasional. Namun, sektor ini masih menghadapi kendala besar, terutama karena pasar bahan bakar di Indonesia bersifat regulated market, di mana sebagian besar produk merupakan BBM subsidi.

“Karena mayoritas BBM yang dijual merupakan barang bersubsidi, margin keuntungan kilang menjadi terbatas, sehingga pertumbuhan industri kilang nasional berjalan lambat,” ujar Komaidi.

Sebagai pembanding, dalam satu dekade terakhir kapasitas kilang di kawasan Asia Pasifik meningkat 3,73 juta barel per hari, Timur Tengah bertambah 2,73 juta barel per hari, dan Eropa naik 829 ribu barel per hari. Sementara itu, di Indonesia, peningkatan hanya sekitar 125 ribu barel per hari.

Selain pasar yang ketat, tantangan lain adalah kebutuhan investasi yang sangat besar. Reforminer mencatat, membangun satu kilang dengan kapasitas 100.000 barel per hari memerlukan dana sekitar USD 7,5–8 miliar atau sekitar Rp123–132 triliun.

Dengan tingkat konsumsi BBM nasional yang mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi domestik baru sekitar 1 juta barel per hari, Indonesia masih harus mengimpor sekitar 600.000 barel per hari. Karena itu, kehadiran proyek RDMP dan Grass Root Refinery (GRR) dinilai penting untuk memperluas kapasitas sekaligus meningkatkan kualitas produk kilang Pertamina.

Komaidi menjelaskan, proyek RDMP Balikpapan juga berkontribusi terhadap peningkatan Nelson Complexity Index (NCI) kilang, dari 3,7 menjadi 8, mendekati kategori paling kompleks di dunia (indeks 10). Hal ini menandakan meningkatnya nilai tambah dari setiap produk hasil pengolahan.

Tangki Minyak Raksasa Lawe-Lawe, Terbesar di Asia Tenggara

Selain RDMP Balikpapan, KPI juga menyelesaikan pembangunan dua tangki raksasa di Terminal Lawe-Lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, untuk memperkuat pasokan bahan baku minyak mentah menuju kilang Balikpapan. Setiap tangki berkapasitas 1 juta barel, menjadikannya yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.

“Dengan tambahan dua tangki ini, kapasitas penyimpanan Kilang Balikpapan bertambah 2 juta barel,” ungkap Milla.

Tangki Lawe-Lawe memiliki diameter 110 meter, luas alas melebihi satu lapangan sepak bola, dan ketebalan pelat baja mencapai 43 milimeter dengan total panjang sambungan las 20 kilometer per tangki.

Terminal Lawe-Lawe berperan strategis sebagai tempat penyimpanan sementara minyak mentah sebelum dialirkan ke Kilang Balikpapan. Terminal ini juga dilengkapi fasilitas Single Point Mooring (SPM), dermaga terapung berkapasitas hingga 320.000 DWT, menggantikan fasilitas lama yang hanya mampu menampung 150.000 DWT.

Selain itu, Pertamina telah menyelesaikan pembangunan pipa penyalur minyak mentah berdiameter 20 inci sepanjang 18,9 kilometer, dengan 14,4 km di daratan dan sisanya melintasi perairan Teluk Balikpapan.

Proyek tangki Lawe-Lawe yang dimulai sejak 2019 ditargetkan dapat melakukan pengisian perdana minyak mentah pada awal November 2025. Fasilitas ini juga memiliki tingkat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 40,49 persen, menunjukkan kontribusi nyata terhadap perekonomian lokal.

Kesimpulan

Melalui proyek RFCC, RDMP Balikpapan, dan Terminal Lawe-Lawe, Pertamina memperkuat perannya dalam mendukung kemandirian energi nasional. Selain meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, proyek-proyek ini juga menciptakan manfaat ekonomi yang luas bagi masyarakat dan mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.(BY)