Sungai Cikaso Meluap, Sukabumi Terendam Banjir Bandang

Banjir Bandang
Banjir Bandang

Jakarta Musim hujan yang berlangsung antara November hingga Februari seringkali membawa bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan banjir bandang, yang sudah menjadi rutinitas di Indonesia. Namun, banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Rabu, 4 Desember 2024, bukanlah kejadian biasa. Setelah Sungai Cikaso meluap, rumah-rumah terendam dan mobil-mobil terbawa arus di Kecamatan Sagaranten.

Selain banjir bandang dan tanah longsor, hujan deras juga menyebabkan ruas jalan penghubung antar kecamatan di Kabupaten Sukabumi amblas akibat pergerakan tanah. Kerusakan jalan cukup parah, sehingga tidak bisa dilalui kendaraan roda empat dan hanya dapat dilalui sepeda motor. Hal ini menyebabkan terganggunya distribusi bantuan logistik karena sulitnya akses jalan. Banjir ini juga menyebabkan beberapa jembatan terputus di wilayah tersebut.

Belum selesai keprihatinan kita terhadap banjir bandang di Sukabumi, Indonesia dikejutkan dengan banjir besar di Kota Madiun pada Sabtu, 7 Desember 2024. Pertanyaannya, apa yang sedang terjadi dengan kondisi alam kita? Apakah ini tanda-tanda krisis iklim yang semakin parah? Ataukah disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan untuk pembangunan yang semakin masif? Atau mungkin ada faktor lainnya?

Baca Juga  Petani Riau Bahagia Ikut Program Peremajaan Sawit PTPN IV

Sementara itu, kita sepakat bahwa bencana-bencana besar ini sebagian besar disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi dan berlangsung lama tanpa henti. Hal ini menyebabkan debit air dan limpasan air meningkat di luar batas toleransi, sehingga sistem ekosistem hidrologi yang ada tidak mampu lagi menampungnya. Namun, kerusakan alam juga turut berkontribusi pada bencana ini.

Bencana hidrometeorologi yang sering terjadi di Indonesia, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, memiliki indikator yang jelas dan dapat diukur. Misalnya, banjir yang disebabkan oleh perbedaan signifikan antara debit air maksimum saat musim hujan dan debit air minimum saat musim kemarau. Dalam ilmu hidrologi, rasio antara debit air maksimum dan minimum minimal 40, dan semakin besar rasio tersebut, semakin besar pula skala dan intensitas banjirnya.

Baca Juga  Banjir Bandang di Sumbar, 1 Korban Meninggal, 1 Hilang

Siklus air alami, yang telah diatur oleh Tuhan, berfungsi dengan baik ketika air hujan yang jatuh masuk ke dalam tanah, diserap oleh hutan, lalu dialirkan melalui sungai menuju hilir dan akhirnya ke laut. Jika hutan lindung dan cagar alam tetap terjaga, sistem hidrologi ini akan berjalan dengan baik, mengurangi risiko banjir. Namun, banyak daerah aliran sungai (DAS) besar di Pulau Jawa yang telah mengalami deforestasi besar-besaran, seperti DAS Solo dan DAS Ciliwung, yang menyebabkan peningkatan rasio debit air maksimum dan minimum hingga melebihi angka 100-150. Dengan kondisi ini, ketika hujan deras turun di hulu, air akan mengalir dengan cepat menuju hilir, memicu banjir bandang yang datang tiba-tiba dan sulit diprediksi.

Baca Juga  Ular Sanca Hebohkan Warga Gunungguruh Sukabumi, Mangsa 5 Ekor Ternak

Selain itu, tanah longsor dapat terjadi jika struktur tanah menjadi rapuh akibat curah hujan tinggi dan perubahan vegetasi yang signifikan. Longsor biasanya ditandai dengan retakan tanah dan pergeseran pohon, yang semakin memperburuk kondisi di wilayah yang terkena dampaknya. (des*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *