Jakarta – Presiden Suriah Bashar al-Assad diketahui telah meninggalkan ibu kota Damaskus dan saat ini berada di Moskow, Rusia. Keputusan ini diambil setelah kelompok pemberontak berhasil menguasai Damaskus pada akhir pekan lalu.
Rusia, yang selama ini menjadi pendukung Suriah, menegaskan komitmennya untuk mendorong penyelesaian politik krisis Suriah melalui jalur dialog yang dimediasi oleh PBB.
Sementara itu, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengumumkan keberhasilan mereka menguasai ibu kota pada Minggu, 8 Desember 2024. Abu Mohammed al-Jawlani, pemimpin HTS, menyebut keberhasilan tersebut sebagai kemenangan besar bagi dunia Muslim dan awal baru bagi kawasan tersebut.
Kerenggangan di Keluarga Assad Terungkap
Jauh sebelum peristiwa ini, tanda-tanda keretakan di keluarga Bashar al-Assad sudah mulai terlihat. Rami Makhlouf, sepupu Presiden Assad, sempat mengunggah serangkaian video pada Mei 2020 yang mengkritik pemerintah. Dalam video-video tersebut, Makhlouf, yang dikenal sebagai salah satu pendukung setia rezim, mengungkap perlakuan tidak adil yang ia alami.
Makhlouf sebelumnya dikenal sebagai tokoh bisnis besar di Suriah, dengan kendali atas sektor minyak, konstruksi, dan telekomunikasi. Namun, dalam video yang diunggahnya, ia mengklaim bahwa pemerintah menekan dirinya untuk menyerahkan sebagian besar asetnya, termasuk perusahaan telekomunikasi yang dituduh berutang pajak sebesar USD 180 juta.
Sejarah Konflik Internal di Keluarga Assad
Konflik dalam keluarga Assad bukan hal baru. Hafez al-Assad, ayah Bashar dan presiden pertama dari keluarga ini, memimpin dengan tangan besi sejak 1970. Ia dikenal sangat curiga, bahkan terhadap keluarganya sendiri. Rifaat, adik Hafez, pernah mencoba merebut kekuasaan pada 1983 namun gagal dan diasingkan bersama kekayaan besar.
Kini, sejarah tampaknya terulang dalam bentuk lain dengan keretakan hubungan antara Bashar dan Rami Makhlouf. Ketegangan tersebut menunjukkan betapa rezim Assad menghadapi tekanan dari berbagai sisi, baik dari dalam maupun luar.
Dengan kondisi perang yang telah berlangsung hampir satu dekade dan situasi ekonomi yang memburuk, masa depan Suriah di bawah kekuasaan keluarga Assad tampaknya semakin tidak menentu.(BY)