Padang – Inflasi di Sumatera Barat (Sumbar) menempati peringkat keempat sebagai provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi pada Juni 2024. Oleh karena itu, perlu diambil langkah-langkah konkret untuk mengendalikannya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Gubernur Sumbar, Mahyeldi, saat memimpin High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (HLM TPID) Sumbar Triwulan III-2024 di Aula Anggun Nan Tongga, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Sumbar pada Rabu (31/7/2024) siang.
“Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar menunjukkan bahwa tingkat inflasi provinsi kita pada bulan Juni 2024 mencapai 4,04 persen (YoY). Tentu kami perlu mengambil langkah-langkah konkret agar inflasi ini dapat dikendalikan ke angka yang sama atau di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat 2,51 persen pada bulan Juni 2024,” ujarnya.
Mahyeldi menjelaskan bahwa Kota Padang dan Bukittinggi tetap menjadi daerah pengambilan sampel Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumbar, ditambah Kabupaten Dharmasraya dan Pasaman Barat (Pasbar), yang berpotensi mempengaruhi inflasi di provinsi ini.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kedua daerah tersebut merupakan pusat perkebunan sawit, bukan sentra komoditas pangan utama.
“Sebelumnya, dalam Rakornas Inflasi pada 29 Juli 2024, disebutkan bahwa terdapat 10 Kabupaten dan Kota di Sumbar yang mengalami penurunan Indeks Perkembangan Harga (IPH) pada minggu keempat Juli 2024, yaitu Kabupaten Pasaman, Solok, Solok Selatan (Solsel), Sijunjung, Pesisir Selatan, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Kota Pariaman, Padang Panjang, dan Sawahlunto,” jelasnya.
Komoditas yang berkontribusi terhadap penurunan IPH antara lain cabe merah, bawang merah, dan daging ayam ras.
Namun, empat Kabupaten dan Kota yang menjadi sampel perhitungan inflasi di Sumbar tidak termasuk dalam daerah yang mengalami penurunan IPH.
“Kami diminta untuk menyampaikan informasi secara berkala melalui laman wasinflasi.kemendagri.go.id, berupa laporan harian terkait operasi pasar murah, inspeksi pasar dan distributor, kerja sama dengan daerah penghasil komoditas untuk kelancaran pasokan, gerakan menanam, realisasi belanja tidak terduga, serta dukungan transportasi untuk komoditas utama,” tambahnya.
Selain itu, Mahyeldi menekankan pentingnya menyikapi prakiraan BMKG tentang musim kemarau yang dapat berdampak pada penurunan produksi tanaman pangan. Langkah-langkah yang perlu diambil termasuk memperluas area tanam komoditas pangan utama di luar sentra produksi yang terdampak bencana Marapi, pengairan sawah melalui pompanisasi, serta pengawasan terhadap ketersediaan pupuk dan pestisida.
“Beberapa langkah yang perlu kami ambil untuk mengendalikan inflasi meliputi memperluas areal tanam, mencetak sawah baru, melakukan pompanisasi untuk menghadapi kekeringan, memfasilitasi distribusi dan pasokan pangan strategis yang menjadi penyebab inflasi ke daerah yang kekurangan, bekerja sama dengan asosiasi pedagang, mendukung penyaluran beras SPHP, dan mensinergikan kegiatan dekonsentrasi dari Bapanas untuk mendukung pengendalian inflasi ini,” tuturnya.(des)