Agam, fajarsumbar.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan informasi terbaru terkait korban banjir bandang atau galodo di Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut laporan dari Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) BNPB, hingga Rabu, 15 Mei 2024, pukul 12.10 WIB, jumlah korban meninggal akibat galodo di Sumbar tercatat sebanyak 67 orang.
Selain itu, dilaporkan bahwa 20 orang masih hilang, 989 kepala keluarga terdampak, dan 44 orang mengalami luka-luka.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan bahwa jumlah korban meninggal bertambah setelah BPBD Kabupaten Agam menemukan sebagian korban yang hilang dalam kondisi tidak bernyawa.
“Kami akan terus memaksimalkan upaya pencarian selain menangani keadaan darurat lainnya,” ujar Suharyanto saat meninjau lokasi pengungsian warga terdampak banjir lahar dingin dan tanah longsor atau galodo di Sumbar, Jumat (17/5).
Menurut Suharyanto, BNPB sebagai komando penanganan darurat memastikan kehadiran pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam mendampingi warga terdampak.
Dalam kunjungannya, Kepala BNPB mengunjungi dua lokasi pengungsian, yaitu di Simpang Manunggal, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, dan pos pengungsian di Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam.
Suharyanto juga secara simbolis menyerahkan sejumlah bantuan logistik dan sembako untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi dalam beberapa hari ke depan.
“Selama di pengungsian, kami memastikan kebutuhan dasar selalu terpenuhi, seperti sembako, kebutuhan bayi, popok, pembalut, dan mukena,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa warga terdampak yang saat ini tinggal di rumah kerabat dapat menerima bantuan dana tunggu hunian untuk sewa rumah.
Suharyanto juga meminta agar masyarakat yang terdampak dan sedang mengungsi melaporkan setiap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi selama masa tanggap darurat.
Pertemuan Kepala BNPB dengan para pengungsi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar juga menjadi sarana untuk berdialog langsung dan menyampaikan opsi relokasi rumah warga yang berada di zona berbahaya.
Saat ini, tim dari Badan Geologi, BNPB, serta BMKG tengah melakukan kajian untuk menentukan area mana saja dari daerah terdampak yang aman untuk ditinggali dan mana yang harus direlokasi.
Dalam proses relokasi nantinya, pemerintah provinsi akan menyediakan lahan, sedangkan pembangunan rumah akan dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan BNPB.
“Nantinya, yang menentukan aman dan tidaknya adalah para ahli dari Badan Geologi dan BMKG,” terang Suharyanto.(*)