Jakarta – China telah menggelontorkan utang senilai US$1,1 triliun kepada negara-negara berkembang dalam dua dekade terakhir, mencakup proyek infrastruktur vital mulai dari jalan, bandara, hingga pembangkit listrik. Negara tersebut telah menjelma menjadi negara pemberi utang terbesar di dunia, dengan AidData mencatat bahwa 165 negara berkembang telah menerima pinjaman dari China.
Namun, sebagian besar utang ini kini menghadapi tantangan serius. Sebanyak 55% dari total utang tersebut diperkirakan akan jatuh tempo, menghadapi kondisi perekonomian global yang sulit dengan tingginya suku bunga dan melemahnya mata uang lokal.
Negara-negara yang terutang besar kepada China terutama terletak di Afrika, tetapi juga mencakup negara-negara di Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik. Pinjaman China sering kali memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi dan jangka waktu pembayaran yang lebih pendek dibandingkan dengan pinjaman dari lembaga internasional seperti IMF atau Bank Dunia.
Di antara negara-negara yang memiliki utang besar ke China, Pakistan menonjol dengan utang sebesar US$27,4 miliar, diikuti oleh Angola (US$22 miliar), Ethiopia (US$7,4 miliar), Kenya (US$7,4 miliar), dan Sri Lanka (US$7,2 miliar). Meskipun pinjaman ini menyediakan modal untuk pembangunan, beberapa analis mengingatkan bahwa persyaratan yang tidak jelas dan tingkat suku bunga yang tinggi dapat menghadirkan risiko signifikan bagi negara peminjam.(des)