Intip Tradisi Sedekah Laut di Desa PasarBanggi, Rembang Dari Melarung Kepala Kambing Hingga Pergelaran Ketoprak

Rembang,Fativa.id –

Tradisi sedekah laut nggak cuma digelar di pantai selatan Pulau Jawa, tetapi juga di pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di Desa PasarBanggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Sabtu (13 April 2024) malam.

Tradisi sedekah laut ini biasanya digelar bersama tradisi syawalan diawali dengan manaqiban dan pengajian warga setempat.

Sedangkan ugo rampe sesaji sedekah laut yang akan dilarung ke tengah laut adalah kepala kambing, juga ada jajan pasar, kelapa muda, bubur dan bunga setaman

Kemudian untuk proses pelarungan sesaji sedekah laut diberangkatkan dari Pantai Siwalan di Desa PasarBanggi menuju ke tengah laut menggunakan perahu motor yang diikuti sesepuh desa, aparat desa, dan warga nelayan dengan perjalanan selama lebih dari 15 menit.

Sampai di tengah laut, sesepuh desa memimpin doa sedekah laut agar seluruh warga nelayan khususnya dan warga masyarakat pada umumnya diberikan kesehatan dan keselamatan serta keberkahan rizki bagi para warga Desa Tasikagung yang mayoritas adalah bekerja sebagai nelayan.

Baca Juga  Bersatu untuk Rembang Tercinta, Komunitas Joglo Gambyak Gelar Bukber Di Bulan Ramadhan

Lalu sesaji sedekah laut diturunkan ke laut untuk dilarung. Untuk lokasi pelarungan sedekah laut adalah 1 km dari Pantai Siwalan, Desa PasarBanggi.

Selain itu dalam tradisi sedekah laut juga ada hiburan rakyat lainnya seperti wayang kulit, musik dangdut dan pergelaran ketoprak. Ketoprak digelar di lapangan desa PasarBanggi, Jumat (19/4/2024)

Dari jumlah pertunjukan seni tradisional dan modern ditampilkan dan ditonton secara antusias oleh warga Desa PasarBanggi dan desa tetangga. Delapan pria pemain Ketoprak Wahyu Budoyo yang mengenakan kostum dan riasan mencolok sesuai lakon masing-masing. Mereka tampil tidak canggung – canggung di atas panggung.

Sementara para penonton di depan mereka kebanyakan para ibu dengan anak-anak balitanya duduk bergerombol dan bersimpuh di atas tikar yang digelar. Ada pula para bapak dan pria dewasa yang duduk bergerombol. Kebanyakan dari mereka bersarung atau berjaket sambil mengisap rokok, lantas mengepulkan asapnya ke udara.

Baca Juga  Syawalan, Pedagang Selongsong Ketupat Pasar Rembang Raup Rejeki

Boleh jadi para penonton sengaja berkerumun demi mengusir cuaca dinginnya malam. Semakin larut suhu udara di PasarBanggi menjadi dingin menusuk kulit.

Tak jauh dari panggung beberapa anak usia sekolah dasar coba menonton dari dekat. Mereka tertawa-tawa melihat polah dan riasan para pemain sambil menunjuk-nunjuk dua pemain ketoprak Wahyu Budoyo pria, yang mengenakan pakaian dan dandanan perempuan.

Dari sudut pinggir belakang panggung terdengar lantunan musik dan nyanyian tembang berbahasa Jawa dari empat pemain musik kelompok Ketoprak Wahyu Budoyo

Para pemusik dan penembang itu duduk bersila sambil memainkan instrumen musik masing-masing. Jangan membayangkan ada satu tim lengkap pengrawit, dengan seperangkat penuh alat musik gamelan. Instrumen musik yang dibawakan hanyalah empat macam alat musik tergolong baru.
Alat-alat musik itu terdiri dari delapan gendang kulit sapi,

Menurut Haji Ruslan Hadi (64), ketua kelompok Ketoprak Wahyu Budoyo yang juga akrab disapa Pak Ruslan Hadi, perangkat harmonium itu memang alat yang bisa dibilang baru. Ketoprak Wahyu Budoyo didirikan sejak tahun 1987

Baca Juga  Lasem Gelar "Festival Batik Tulis" Agar di Kenal Secara Nasional, Bisa Jadi Icon Kab. Rembang

Seusai mereka tampil, Fativa.id, menyempatkan diri berbincang dengan Pak Ruslan serta sejumlah anggota lain di lokasi. Ia bercerita runut pengalaman dan perjalanan kelompok ketopraknya. Sesekali juga dibantu dan diingatkan beberapa anggota lainnya. Obrolan berlangsung santai di sebuah gedung serbaguna masih di area pertunjukan.(Aziz/Putra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *