Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan target yang ambisius untuk meningkatkan porsi kredit perbankan yang diberikan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi 30% pada tahun 2024. Namun, Menko Perekonomian dan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkapkan bahwa target ini akan sulit tercapai tanpa perubahan signifikan dalam sektor perbankan.
Salah satu hambatan utama yang dihadapi oleh UMKM saat ini adalah permintaan agunan dari pihak perbankan ketika UMKM mencoba mengakses pembiayaan. MenKopUKM Teten menjelaskan, “Pada tahun 2024, kami menargetkan kredit perbankan mencapai 30%. Ini sulit tercapai karena membutuhkan perubahan besar. Saya terus-menerus menyampaikan hal ini agar terjadi perubahan, karena jika tidak, hanya sedikit UMKM yang akan naik kelas.”
Teten menegaskan bahwa untuk meningkatkan kelas UMKM, mereka membutuhkan modal kerja untuk mengembangkan usaha mereka. Mengandalkan modal sendiri saja akan sulit bagi pelaku UMKM untuk berkembang. Oleh karena itu, Teten meminta agar perbankan, terutama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku UMKM.
“Himbara harus proaktif memberikan bantuan pembiayaan. Namun, tidak lagi dengan pendekatan agunan. Pendekatan ini sudah tidak lagi digunakan di luar negeri. Mereka sudah menggunakan skema penilaian kredit untuk menentukan apakah UMKM layak atau tidak mendapatkan pembiayaan. UMKM tidak memiliki aset, tetapi harus memiliki agunan saat meminjam uang dari bank,” tambahnya.
Menurut Teten, dengan memudahkan akses pembiayaan perbankan bagi UMKM, ini akan semakin mendukung kemajuan dan perkembangan UMKM, sekaligus menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan mengurangi kemiskinan di daerah.
Teten juga menyebutkan bahwa sektor mikro menguasai 96% struktur ekonomi saat ini, sementara sektor menengah hanya sedikit berkembang. Untuk menjaga keseimbangan yang ideal, diperlukan pertumbuhan usaha mikro yang lebih besar. Saat ini, sektor usaha mikro menyediakan sekitar 70% lapangan kerja, sedangkan kredit yang diberikan oleh bank hanya sekitar 21%.
Dalam upaya mengatasi persoalan pembiayaan tersebut, Teten menyatakan bahwa pihaknya terus berusaha agar UMKM dapat dengan mudah mengakses pembiayaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengkonsolidasikan petani-petani kecil dengan lahan yang sempit.
“Kami sedang melakukan program piloting untuk mengintegrasikan petani sawit kecil dalam sebuah koperasi dan menghubungkannya sebagai offtaker. Offtaker ini bertindak sebagai penghubung antara petani dan sektor pembiayaan seperti perbankan. Contohnya, di daerah Ciwidey, perbankan sudah memberikan pembiayaan melalui koperasi sebagai offtaker. Bank akan lebih tertarik untuk terlibat jika potensi risiko kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) kecil,” pungkasnya.
Dengan harapan adanya perubahan signifikan dalam sektor perbankan dan upaya pemerintah yang berkelanjutan, diharapkan target Presiden Jokowi untuk meningkatkan porsi kredit perbankan ke UMKM dapat tercapai pada tahun 2024. (des)