Ketua Komisi Informasi Sumbar Nofal Wiska saat pembukaan FGD Ketentuan Pidana Sengketa Keterbukaan Informasi Publik, Selasa (23/11). (ist) |
Padang – Aspek hukum pidana dalam konsep UU No. 14 Tahun 2008, masuk dalam wilayah administrasi, karena objeknya adalah badan publik. Namun, ancaman hukumannya bisa berbentuk denda atau ancaman kurungan.
“Nah, ancaman kurungan itu untuk siapa? Jelas untuk pihak yang ditugaskan dan bertanggung jawab atas keterbukaan Informasi publik di badan publik yang disengketakan,” ujar Lucky Raspati, Akademisi dari Fakultas Hukum (FH) Unand, yang tampil sebagai narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Ketentuan Pidana UU No. 14 Tahun 2008, Problem dan Solusi Hukum Penerapannya” Truntum Hotel, Selasa (23/11).
Dijelaskan Lucky, Dalam UU No. 14 tahun 2008, Bab 11 tentang Ketentuan Pidana, pada Pasal 52 menjelaskan bahwa Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan dan atau tidak menerbitkan informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan yang wajib diumumkan secara serta merta yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai UU ini dan mengakibatkan kerugian orang lain, dikenakan denda kurungan paling lama 1 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 juta.
“Hingga pasal 57 dari Bab 11 UU KIP ini, semuanya memuat ketentuan pidana kurungan dan pidana dendanya berikut penjelasannya. Namun sifatnya delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum,” ungkap Luc ky.
Karena, lanjut Lucky, aspek hukum pidana dalam UU KIP, hanyalah hukum pidana administratif masuk dalam lingkup Mala Prohibita. Sedangkan delik delik yang merupakan pelanggaran terhadap usaha pemerintah untuk mendatangkan kesejahteraan atau ketertiban masyarakat.
Sebelumnya Ketua KI Sumbar Nofal Wiska mengatakan bahwa sidang Sengketa Informasi Publik (SIP) terus bergulir di ruang persidangan Komisi Informasi (KI). Namun persoalannya, Pasca putusan majelis komisioner KI setelah sengketa itu gagal di mediasi, ternyata sulit untuk dieksekusi.
“Berangkat dari keprihatinan inilah Komisi Informasi Sumbar menggelar FGD dengan menghadirkan pakar hukum, Kejaksaan, Kepolisian dan kehakiman guna membedah persoalan ini,” ujar Ketua KI Sumbar Nofal Wiska.
Dikatakan sejauh ini pasal pidana di Undang Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), masih berada di wilayah abu-abu.
“Karena itu, FGD ini dapat mencarikan solusi dari permasalahan ini sehingga menjadi kekuatan dalam menggaungkan keterbukaan informasi publik oleh badan publik,” jelas Nofal.
Sementara itu Adrian Tuswandi menambahkan bahwa UU No. 14/2008 khususnya pada Bab II tentang Ketentuan Pidana, Pasal 51-57 menguraikan tentang delik aduan hingga pidana keterbukaan informasi.
“Mungkin ini terkait banyaknya celah di Pasal II UU No. 14/2008 itu, sehingga sengketa yang telah diputus oleh majelis komisioner KI sulit di eksekusi,” ungkap Adrian yang merupakan komisioner KI Sumbar bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI).
Dijelaskan Adrian Tuswandi, ada fakta menarik yang ditemui pada bab 11 pasal 51-57 tentang ketentuan pidana informasi dimana awalnya dulu undang undang ini merupakan “Super Power Regulation” yaitu ada 3 kewenangan, eksekutif, legislatif dan edukatif. Namun bagaimana cara penerapan ketentuan pidananya hingga pelaksanaan eksekusinya masih belum kuat.
“Karena itu kami mengundang aparatur dari berbagai bidang hukum untuk meminta bulir pikir yang nantinya menjadi pegangan serta masukkan penting untuk jalannya pidana informasi. Output FGD ini nanti nya akan menjadi resume penting yang dimuat dalam buku Vonis di Bab 1 yang akan diterbitkan oleh Komisi Informasi Sumbar untuk dijadikan bahan referensi bagi KI dan masyarakat pada umumnya,” jelas Adrian.
Sementara itu, Koordinator Bidang Intelijen Kajati Sumbar, Laode Muhammad Nusrim mengatakan undang-undang sebagai hukum tertulis yang dilihat kepastian hukum yang diaturnya. Begitu juga dalam melihat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 terutama pasal 51 sampai pasal 55.
“Pasal 51 sampai 55 ini unik. Mengatur pidana penjara dan kurungan. Pada pasal 52 menyebut badan publik. Sementara pasal 51, 53, 54 dan 55, menyebut orang. Kemudian, dalam penjelasannya merangkum semuanya, orang dan badan publik,” ungkapnya.
Laode memaparkan, Kejaksaan sebagai Badan Publik bisa dilihat sebagi subjek dan objek. Sebagai subjek, Kejaksaan menyajikan berkas perkara yg diserahkan Polri atau PPNS. Sedangkan sebagai objek, menyajikan laporan pengaduan masyarakat bila diminta.
“Dalam permintaan ini, yang kita berikan adalah kesimpulan hasil pemeriksaan, bukan isi. Kesimpulan hasil ini menunjukkan pengaduannya telah ditindaklanjuti,” paparnya.
Sementara itu, terkait ketentuan pidana, Laode menyampaikan, ketentuan pidana harus fokus pada ketentuan undang-undang itu sendiri.
“Apa yang tercantum itulah akan diajukan ke pengadilan,” ujarnya.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP tersebut, lanjut Laode, ada unsur-unsur yang harus dipenuhi alat bukti. Unsur tersebut adalah Badan Publik sengaja, tidak bersedia memberikan informasi, dan kerugian.
“Pemenuhan unsur ketentuan pidana harus didukung oleh ketentuan undang-undang, mulai dari ketentuan umum hingga bab tentang penjelasan,” pungkasnya. (von)
Editor : Yuniar