Tanah Datar – Setelah hampir dua tahun dilanda pandemi Covid-19, kini saatnya untuk bangkit. Untuk itu dibutuhkan inovasi dan kreasi. Hal itu diperlukan, terutama untuk daerah-daerah yang perekonomiannya digerakkan sektor pariwisata.
Bupati Tanah Datar Eka Putra menjelaskan, pelaksanaan Festival Pesona Minangkabau 2021 menggunakan sistem hybrid, kombinasi antara offline dengan online, merupakan salah satu inovasi yang sepatutnya terus dikembangkan, sehingga berdampak krusial terhadap upaya membangkit kembali kondisi daerah yang terpuruk, akibat pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk memutus rantai Covid-19.
‘’Iven itu dikelola dengan protokol kesehatan yang ketat, tetapi ada unsur inovasi di situ, sehingga kegiatan bisa terselenggara dengan baik. Kemungkinan terjadinya penularan Virus Corona diantisipasi sejak dini, sampai pada pelaksanaan kegiatan,’’ katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Parpora) Abdul Hakim menjelaskan, sejak beberapa bulan lalu, destinasi utama wisata Tanah Datar sudah dibuka untuk dikunjungi, di antaranya Istano Basa Pagaruyuang, Danau Singkarak, Aua Sarumpun, Nagari Tuo Pariangan, dan lain-lain.
Untuk memberi rasa aman dan nyaman kepada wisatawan, jelasnya, tempat-tempat wisata diwajibkan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, menghindari kontak fisik, dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir. Selain prokes, ujar Hakim, hal lain yang juga diperhatikan adalah penerapan Protokol CHSE.
‘’CHSE itu meliputi clean (bersih), health (sehat), safety (aman), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan). Kita optimis, bila kedua bentuk protokol itu bisa ditegakkan, maka sektor pariwisata akan cepat pulih. Iven-iven yang akan memancing kunjungan wisatawan pun dapat dilakukan,’’ jelasnya.
Agar bisa menerapkan CHSE dengan baik, beberapa waktu lalu, sejumlah dosen dari Universitas Andalas juga sudah pernah melakukan pengabdian masyarakat di Nagari Pariangan, salah satu destinasi wisata andalan daerah berjuluk Luak Nan Tuo itu.
Feri Fernandes, salah seorang dosen yang menjadi tim pengabdian masyarakat itu menjelaskan, penerapan prokes oleh pelaku usaha pariwisata dengan CHSE merupakan program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), sebagai salah satu solusi untuk menghindari terjadinya penularan Covid-19 dari daerah-daerah tujuan wisata.
Menurutnya, CHSE adalah singkatan dari cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environtment sustainability (kelestarian lingkungan). Protokol CHSE ini, tegasnya, sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/382 Tahun 2021, tentang Protokol Kesehatan Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum.
Dibidang kebersihan, sebutnya, hal yang harus dilakukan adalah mencuci tangan pakai sabun dan hand sanitizer, ketersediaan sarana cuci tangan pakai sabun, pembersihan ruang dan barang publik dengan disinfektan atau cairan pembersih lain yang aman dan sesuai, pembersihan dan kelengkapan toilet, serta tersedianya tempat sampah yang bersih.
Sedangkan protokol di bidang kesehatan, jelas Feri, mencakup upaya menghindari kontak fisik, pengaturan jarak aman, mencegah kerumunan, tidak menyentuh bagian wajah, mata, hidung dan mulut, pemeriksaan suhu tubuh, memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang diperlukan, menerapkan etika batuk dan bersin, pengelolaan makanan dan minuman yang bersih dan higienis, serta ketersediaan peralatan dan perlengkapan kesehatan sederhana.
Bila semua komponen yang ada di tengah-tengah masyarakat bisa saling bekerja sama dalam upaya menegakkan prokes itu, menurutnya, maka wabah Covid-19 akan segera dapat dikendalikan, sehingga semua lini sumber kehidupan masyarakat kembali bergerak, terutama sektor pariwisata yang memiliki pengaruh luas terhadap banyak jenis usaha ekonomi.(von)
Editor : Yuniar