Ketika Bupati Kendalikan Pemerintahan dari Sitapuang Gadang

Bupati Tanah Datar Eka Putra dan rombongan saat mengunjungi bekas bangunan dan surau, yang pernah digunakan Bupati Sidi Bakaruddin saat revolusi fisik. (ist)

Tanah Datar – Dalam mengendalikan pemerintahan kabupaten, Bupati Tanah Datar pernah dalam pengungsian. Dilakukan tidak dari pusat pemerintahan, tetapi dari sebuah desa sunyi, berada di lembah perbukitan, sepi, dan jauh dari akses transportasi.

Kampung sunyi itu bernama Sitapuang Gadang. Berada dalam wilayah Nagari Lawang Mandahiling. Bupatinya adalah Sidi Baharuddin. Itulah peristiwa yang amat penting, tapi sudah jarang diketahui orang. Pemerintahan dilakukan dari pengungsian karena adanya revolusi fisik dan agresi Belanda kedua tahun 1948-1949.

Aktivitas pemerintahan dilakukan bupati dari sebuah rumah dan surau yang letaknya berdekatan, pada sebuah lembah yang cukup dalam. Pada masa itu, tentu keberadaannya sulit terdeteksi musuh. Maklum, peralatan pendeteksi tidak secanggih saat ini.

Untuk mengingatkan kembali tempat bersejarah itu, Bupati Tanah Datar Eka Putra melakukan kunjungan ke lokasi tersebut didampingi Kepala Bagian Prokopim Dedi Triwidono, pekan kemarin. Pada kunjungan tersebut, Bupati Eka Putra disambut masyarakat setempat, dan melaksanakan diskusi untuk kelanjutan lokasi bersejarah tersebut.

Baca Juga  Hasil Survei PDIP Tetap Unggul PAN Lengkapi Lima Besar

Salah seorang tokoh masyarakat  bernama Helpi menjelaskan, Sitapuang Gadang selain pernah jadi pusat pemerintahan, juga merupakan tempat asal-usulnya masyarakat Nagari Lawang Mandahiling. Karena selama ini masih terisolir, belum ada jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat, maka masyarakat sebagian membuat rumah di pinggir jalan raya, sehingga saat ini tinggal 30 kepala keluarga lagi yang bermukim di Sitapuang Gadang.

Menurutnya, pada 1990 melalui kegiatan ABRI Masuk Desa (AMD) dibukalah jalan menuju Sitapuang Gadang. Mulai saat itu, terbebaslah Sitapuang Gadang dari keterisoliran. Pada 2013, jalan menuju Sitapuang Gadang dan sepanjang 2,3 kilometer sudah diaspal. Kampung itu kini juga telah dialiri listrik. Selanjutnya, pada tahun 2016 dibangun monumen.

Kini, akses jalan sampai ke tugu masih kurang 100 meter lagi, dan jauh di balik bukit di belakang tugu tersebut, adalah kawasan pertanian basah dan kering yang sangat luas, kini terpaksa dibiarkan mengingat akses jalan pertanian yang tidak ada. Masyarakat juga mengeluhkan jaringan internet, padahal internet adalah fasilitas penting di era pandemi saat ini.

Baca Juga  Guru SMP-Kakek Isal di Sampit Diterkam Buaya Saat Wudu

Bupati Eka mengatakan, pihaknya berniat membangun duplikat kantor bupati untuk mengingatkan kem bali sejarah Pemerintahan Tanah Datar pertama di Sitapuang Gadang, dan selanjutnya juga bisa dijadikan wisata sejarah.

Sulitnya kehidupan, membuat generasi muda pergi merantau. Kampung hanya dihuni orang-orang berusia di atas setengah abad. Akses transportasi yang belum dibangun sepenuhnya, menyebabkan masyarakat enggan menggarap lahan pertanian. Lahan tidur jumlahnya tidaklah sedikit.

Berbicara soal potensi alam, mereka tidak menampik, kalau areal persawahan cukup luas di Sitapuang Gadang. Lahan yang umumnya terdiri dari perbukitan, juga terbilang subur. 

Artinya, tanaman perkebunan dan hortikultura bisa membuahkan hasil yang amat menggembirakan. “Lahan itu banyak yang tidur. Masyarakat kesulitan untuk mengolahnya karena tidak ada sarana jalan. Sementara daerahnya berbukit berngarai. Kalau sudah panen, biaya angkutnya ke kampung sangat mahal. 

Baca Juga  Banjir dan Longsor di Talamau Pasaman Barat Timbulkan Kerugian Rp1,76 Miliar

Maklum, hanya dijunjung dengan kepala saja. Daripada menanggung biaya besar, lebih baik dibiarkan saja lahan itu tidur,” kata keduanya.

Akses jalan raya sudah sampai ke pusat kampung Sitapuang Gadang. Masyarakat berterima kasih atas perhatian pemerintah membuka akses transportasi dan penerangan itu, namun agar perekonomian masyarakat membaik dan lahan pertanian yang terlantar bisa digarap, warga masih berharap, pemerintah berkenan membuka jalan lingkar usaha tani yang mampu menjangkau kawasan pertanian dan perkebunan yang kini masih dibiarkan terlantar itu.(mus)


Editor : Yuniar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *