Sekitar 30 peserta mengikuti kegiatan rembuk stunting kota padang dalam pengentasan stunting di Padang di Hotel Truntum, Selasa (9/11).(ist) |
Padang – Hingga saat ini Padang sebagai ibukota provinsi Sumbar masih mencatat angka stunting (anak bertubuh pendek-red). Pemicu stunting beragam. Mulai dari faktor ekonomi, pola asuh, hingga rendahnya pengetahuan terkait pencegahan stunting.
Guna mengatasi persoalan stunting, Dinas Kesehatan Kota Padang menggelar kegiatan Rembuk Stunting yang berlangsung, Selasa (9/11) di salah satu hotel berbintang di Padang.
Peserta kegiatan 30 orang dari lintas sektor, organisasi profesi dan pemberdayaan masyarakat.
Ketua pelaksana sekaligus Kasi Kesehatan Keluarga Dinkes Kota Padang, dr. Ratna Sari mengatakan, pengentasan stunting harus melibatkan semua pihak, sebab stunting merupakan siklus kehidupan yang terus diperhatikan.
“Berdasarkan data setiap bulannya hampir seribu bayi yang lahir, yang mana akan memiliki resiko kekurangan gizi dan lainnya jika tidak diawasi. Karena itu, kita secara bersama melibatkan lintas sektor dan semua pihak dalam mengentaskan stunting di tengah masyarakat. Caranya memantau perkembangan ibu hamil, bayi dan balita dengan cara memberikan edukasi dalam melengkapi asupan gizi, kebersihan lingkungan dan sebagainya yang menjadi penyebab terjadinya stunting,” jelasnya, Selasa (9/11).
Saat ini tercatat sekitar 77 ribu balita di Kota Padang, namun pemantauan atas kunjungan ke Posyandu belum mencapai angka 80% setiap bulannya. Ini karena masih ada stigma di masyarakat yang enggan untuk memeriksa kondisi bayi dan balita karena takut di cap memiliki anak bergizi buruk, sehingga semua pihak harus bekerja sama dalam memberikan edukasi kepada para Ibu untuk melawan stunting.
Pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil dan balita bisa melalui hasil kunjungan ke Posyandu, Pustu dan Puskesmas di setiap Kelurahan yang saat ini tersedia sekitar 900 lebih Posyandu di 104 Kelurahan.
Dari hasil yang didapat, angka bervariasi, yakni naik turun di setiap tempat yang disebabkan berbagai masalah, diantaranya, selain disebabkan oleh kurangnya asupan gizi, juga disebabkan oleh lingkungan kurang sehat, pola asuh tidak baik, adanya penyakit penyerta hingga bawaan.
dr. Ratna juga menuturkan, pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak perkembangan kehamilan hingga anak berumur lima tahun. Selain kurangnya asupan gizi, lingkungan kurang baik seperti kurangnya pasokan air bersih yang menyebabkan diare dan penyakit lainnya, hingga berat badan tidak tumbuh secara stabil turut mempengaruhi terjadinya stunting.
“ Selain pengaruh ekonomi, pondasi dan pengetahuan terkait pencegahan stunting di tengah masyarakat juga mempengaruhi saat ini, tapi bisa dicegah dengan melibatkan semua pihak dan masyarakat. Dengan saling memberikan informasi, rajin ke posyandu atau puskesmas terdekat untuk memantau pertumbuhan kehamilan, bayi dan balita, hingga mencari informasi melalui internet,” tambahnya.
Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Dinas Bappeda Kota Padang, Maihendrizon yang juga menjadi narasumber di kegiatan tersebut mengatakan, stunting tidak bisa dientaskan sendiri, tapi secara bersama sama yakni semua pihak dan lintas sektor.
“ Upaya yang dilakukan hingga saat ini juga sudah banyak, tapi mungkin masih ada yang belum maksimal, maka dari itu Bappeda akan turut mengakomodir program dan perencanaan semua sektor dalam pengentasan stunting nantinya.” tambahnya.
Sementara, melalui Remuk Stunting, diharapkan terbentuknya komitmen dari semua OPD dalam pengentasan stunting di kota Padang yang direalisasikan pada 2022 nanti agar nantinya Padang bebas stunting.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, dr. Feri Mulyani mengatakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dapat mencegah penyakit tidak menular (PTM) sebagai penyakit utama penyebab kematian. Setidaknya ada 10 penyebab kematian tertinggi di Indonesia berdasarkan data 2014, yakni stroke, jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus dan komplikasinya, tuberkulosis pernafasan, hipertensi dan komplikasinya.
“Selanjutnya infeksi saluran pernafasan bawah, liver, kecelakaan lalu lintas, pneumonia, dan diare disertai infeksi pencernaan,” katanya.
Faktor risiko perilaku menjadi penyebab terjadinya PTM. Sebanyak 33,5 persen diketahui karena kurang aktivitas fisik, 3,3 persen penduduk usia di atas 10 tahun minum minuman beralkohol.
“Sebanyak 33,8 persen penduduk usia di atas 15 tahun yang merokok dan juga perempuan usia di atas 10 tahun. Terakhir sebanyak 95,5 persen Penduduk di atas 10 tahun kurang konsumsi buah dan sayur,” tambahnya.
PTM bisa dihentikan dengan Germas, karena dengan Germas kesehatan terjaga, manusia jadi produktif, lingkungan jadi bersih, dan biaya untuk berobat jadi kurang.
Germas harus dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Praktek hidup sehat sehari-hari harus dilakukan oleh individu, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, menggerakkan institusi dan organisasi masing-masing.
Selain itu juga menyediakan kurikulum pendidikan, fasilitas olahraga, sayur dan buah, fasilitas kesehatan, transportasi, kawasan tanpa rokok, taman untuk beraktivitas, iklan layanan masyarakat, car free day, dan sebagainya.
Risiko terjadinya PTM dapat dicegah, oleh sebab itu perlu dilakukan suatu kegiatan pencegahan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari semua kalangan yaitu dari umur muda sampai tua, jenis pekerjaan, status sosial, status ekonomi, di desa maupun kota melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. (veri)