Penyerahan cendera mata kepada kepada owner DeJamur Dede Rengga Saputra S.TP dari tim yang diwakili oleh Dr. P.K. Dewi Hayati. (ist) |
Padang – Kelompok budidaya jamur Limau Manis Sejahtera (LMS) Pauh, Padang berkunjung ke DeJamur yang berlokasi di Sungai Sarik, Nagari Bisati, Padang Pariaman. Kunjungan ini dilakukan untuk mempelajari inovasi baru dalam pembudidayaan jamur tiram yang dilakukan oleh DeJamur.
Dede Rangga Saputra S.TP.; owner DeJamur merupakan alumni Fakultas Teknologi Pertanian yang memulai usaha dari 2018. Dede dengan ramah dan terbuka membagi ilmu yang dimilikinya termasuk kisah perjuangannya dalam menggeluti usaha jamur tiram yang saat itu baru mulai berkembang di kampungnya.
Salah satu ‘success story’, ayah satu putra ini adalah bisa memiliki omset Rp400 ribu s/d Rp500 ribu per hari. Ini artinya jika usaha dijalani dengan giat dan tekun akan mampu memberikan penghasilan yang cukup menjanjikan, dan bahkan bisa membuka peluang kerja baru.
Dede mengawali perjuangan usaha jamur ini karena tertarik dengan salah satu penelitian pengembangan jamur yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fateta Unand di bawah bimbingan Dr. Alfi Asben. Usaha dimulai bermodalkan rumah tinggal yang tidak ditempati di samping rumah keluarganya, hingga sekarang memiliki kumbung berkapasitas 20.000 baglog.
Selain jamur segar, produk olahan jamur yang dikembangkan oleh DeJamur adalah keripik jamur yang penjualannya sudah menyasar provinsi di luar Sumbar. Inovasi yang dikembangkan oleh DeJamur tidak terlepas dari pendampingan yang dilakukan oleh Dian Pramana Putra, STP, MP dan tim tahun 2020.
Berbagai inovasi dari DeJamur dipelajari oleh anggota kelompok jamur LMS yang anggotanya didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga ini dengan bertanya, mengamati dan mencobakan. “Kami baru tahu ternyata biaya baglog bisa diturunkan hampir setengahnya, kurang dari Rp1.000 per baglog . Proses sterilisasi pun lebih cepat, setengahnya dari 8 jam waktu yang biasa kami pakai’ kata Elma Yeniati, ketua LMS.
Beberapa peralatan yang dapat diadopsi oleh pembudidaya jamur untuk meningkatkan efisiensi antara lain adalah peralatan laminar air flow (LAF) yang kapasitasnya tidak kalah dari LAF yang ada di laboratorium, autoklaf dengan kapasitas 20 Liter, dan peralatan sterilisasi yang kapasitasnya bisa mencapai hingga 200 baglog.
Inovasi yang paling mencolok adalah penggunaan oli bekas sebagai bahan bakar.
“Penggunaan limbah oli bekas sangat efisien dan lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan bahan bakar lain seperti gas dan kayu bakar’ jelas Dede sewaktu ditanya anggota LMS kenapa memilih oli bekas.
Kelompok budidaya jamur LMS pada awal berdirinya tahun 2019 beranggotakan 10 orang dan merupakan kelompok binaan Baznas Padang. Melalui sistem ‘Celengan Zakat’, kelompok ini kemudian berkembang dan kini mewadahi 31 anggota. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unand melalui skim kemitraan masyarakat 2021 ikut berkontribusi mendorong dan mengembangkan unit-unit usaha di tengah masyarakat melalui penerapan ipteks yang aplikatif dan tepat guna. ‘Pendampingan terhadap kelompok usaha jamur LMS dilakukan melalui penerapan beberapa teknologi antara lain perbaikan dan sanitasi rumah kumbung serta pembuatan dan perbanyakan bibit Fo, F1 dan F2 agar kelompok bisa mandiri bibit sehingga menurunkan biaya produksi’ ujar Risa Meutia Fiana, STP. MP, ketua tim pelaksana.
Disebutkan, kegiatan kunjungan lapangan ini bertujuan membuka wawasan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok budidaya jamur LMS terhadap inovasi-inovasi baru yang dapat diadopsi oleh anggota kelompok LMS. (von)
Editor : Edwardi