Gubernur Mahyeldi memberikan arahan pada Seminar Nasional Renewable Energy dan Transpormasi Enerdi Global di Pangeran Beach Hotel Padang, Rabu (27/10). |
Padang – Pemerintah harus komit dalam menggunakan energi terbarukan dalam pembangunan. Boleh menggunakan energi fosil, tapi harus bertanggungjawab mengembalikan karbon dioksida ke tanah.
Demikian dikatakan mantan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Prof. Dr. Emil Salim pada seminar nasional energi terbarukan dengan tema tantangan bagi proteksi lingkungan di Indonesia, Rabu (27/10) di Hotel Pangeran Beach.
Dikatakannya, secara global, negara-negara dunia sudah sepakat untuk menekan peningkatan gas rumah kaca. Dengan komitmen zero karbondioksida dan gas rumah kaca pada 2050 mendatang.
Menurutnya, pemerintah boleh menggunakan energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara dalam pembangunan. Namun perusahaan yang bergerak dibidang itu juga harus bertanggungjawab untuk menetralisir kembali gas yang dilepaskan ke udara.
“Teknologinya sudah ada, perusahaan yang bergerak pada penggunaan energi fosil hendaknya juga bertanggungjawab. Ada peningkatan biaya produks itu pasti, namun lingkungan terselamatka,” ujarnya.
Menurutnya, jika tanpa komitmen tersebut bencana mengancam kehidupan di bumi. Dampaknya nanti akan dirasakan oleh generasi berikutnya. Setidaknya pada 2050, akan ada peningkatan 1,1/2 suhu diatas pra industri.
Dengan itu, maka gas rumah kaca makin menumpuk. Kadar karbondisoksida di udara sangat mengkawatirkan.
Dampaknya, ada perubahan iklim. Es ti kutub akan mencair, permukaan air laut akan naik. Daerah yang pertama mendapatkan dampaknya adalah negara-negara kepulauan. Terutama Indonesia yang berada di Laut Pasifik.
Air laut akan naik lebih tinggi ke darat. Air di darat tidak bisa megalirkan lagi ke laut. Maka akan terjadi banjir rob. Luas pantai akan berkurang. “Yang pertama terdampak itu tidak RRC, tidak Amerika, tidak negara di benua besar. Tapi negara kepulauan,” ujarnya.
Selain dampak lingkungan juga akan terjadi perubahan iklim. Karena gas rumah kaca mengacaukan musim.
Dampak ini nantinya akan paling parah, sebab musim yang menjadi faktor utama dalam pertanian akan terganggu. Akibatnya prduktifitas pertanian berkurang, ketersediaan pangan menjadi terancam.
“Untuk itu, marilah kita komit bersama-sama menggunakan energi terbarukan. Saya yakin Sumbar bisa. Sumbar memiliki semua potensi itu. Mulai dari energi listrik dari angin, laut dan panas bumi,” harapnya.
Gubernur Mahyeldi menyatakan Sumbar memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Didukung kondisi geografis sehingga penggunaan energi terbarukan pada bauran energi primer di daerah itu hingga 2020 telah mencapai 27,72 persen, jauh lebih tinggi dari total penggunaan energi terbarukan secara nasional yang baru mencapai 11,2 persen.
“Pemanfaatan sumber energi terbarukan ini sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang telah dijabarkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN),” katanya.
Dari sisi pembangkit listrik, capaian porsi pemanfaatan energi terbarukan Sumbar telah mencapai 54,90 persen. Porsi terbesar dari pemanfaatan tenaga air (PLTA) sebesar 56,08 persen. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebesar 18,8 persen. Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa sebesar 15,8 persen persen. Sisanya berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro dan tenaga surya.
Mahyeldi menyebut capaian-capaian tersebut merupakan sebuah prestasi yang membanggakan bagi Sumbar dan ke depan harus dipertahankan dan ditingkatkan sehingga penyediaan energi di Sumbar sejalan dengan asas kelestarian fungsi lingkungan dan mendukung posisi Sumatera Barat sebagai lumbung energi hijau.
Pemprov Sumbar juga telah menetapkan “Peningkatan Pemanfaatan Energi Terbarukan pada Bauran Energi Daerah” sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan Misi ke-6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2026 yang telah ditetapkan melalui Perda Nomor 6 tahun 2021, yaitu Meningkatkan Pembangunan Infrastruktur Yang Berkeadilan dan Berkelanjutan.
Menurutnya saat ini Pemprov Sumbar juga telah menyusun Rencana Umum Energi Daerah, dan sudah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah 2019-2050.
Rencana Umum Energi Daerah itu disusun bertujuan untuk melihat kebutuhan akan permintaan energi serta ketersediaan energi di alam untuk masa kini dan masa mendatang.
Pengelolaan energi itu dibuat secara sistemik dan terperinci sehingga di masa mendatang Sumbar tidak perlu melakukan impor energi, karena telah memiliki kemandirian energi dan ketahanan energi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi seluruh masyarakatnya.
“Ketergantungan kita terhadap sumber daya energi primer fosil sudah harus segera dikurangi, karena ketersediaan sumber daya tersebut makin lama makin menipis, terutama ketersediaan minyak bumi. Oleh karena itu diversifikasi energi adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan mengembangkan potensi-potensi renewable enegy dalam memenuhi sisi penyediaan,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas ESDM Sumbar, Heri Martinus mengatakan Sumbar dianugerahi sumber daya alam yang berlimpah. Dengan luas wilayah 42.297,3 km2 yang dilalui garis khatulistiwa, lebih dari 45 persen merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung.
Sumbar memiliki 4 (empat) buah danau dan 606 (enam ratus enam) sungai yang menampung curah hujan 1.980 — 5.000 mm/tahun. Garis pantai seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 136.500 km,dengan luas perairan laut 2.420.357 km2.
Ditinjau dari morfologi, wilayah Sumatera Barat memiliki banyak gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota dengan beberapa gunung berapi aktif, sepertii Gunung Marapi, Gunung Tandikat dan Gunung Talang.(heri)
Editor : Musriadi Musanif