Hasil Analisis KFR : Triwulan II, PE Sumbar Tumbuh Positif

 

Bagan Kajian Fiskal Regional yang disusun Kanwil DJPb Sumbar. (ist)

Padang – Pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat pada triwulan II 2021 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu tidak terlepas dari kebijakan fiskal yang telah dilaksanakan pemerintah di provinsi ini demi mengatasi perekonomian daerah ditengah hempasan pandemi Covid-19.

Setidaknya demikian hasil analisis Kajian Fiskal Regional (KFR) Sumatra Barat Triwulan I yang disusun Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumbar. Kepala Kakanwil DJPb Sumbar, Heru Pudyo Nugroho mengatakan, perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumbar terus berlanjut, dimana ekonomi daerah ini mampu tumbuh 5,76 persen (y-on-y). “Perekonomian Sumbar mengalami pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 4,92 persen,” katanya. 

Perbaikan tersebut menurutnya terutama didorong oleh pemulihan ekonomi global yang semakin kuat dan akselerasi stimulus fiskal yang berlanjut. Perbaikan ekonomi malah terjadi pada semua komponen PDRB baik dari sisi pengeluaran maupun dari sisi lapangan usaha. 

Dari sisi pengeluaran, ekspor menjadi komponen dengan pertumbuhan tertinggi yakni 67,88 persen (y-o-y). Hal ini dikarenakan membaiknya perekonomian dunia yang memicu meningkatnya permintaan ekspor luar negeri.

Sementara dari sisi penawaran, perbaikan ekonomi terjadi pada seluruh lapangan usaha, dimana lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,07 persen. 

Selain terkait perkembangan perekonomian regional Sumbar, dalam KFR Triwulan II 2021 juga menganalisis terkait kinerja indikator kesejahteraan. 

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kesejahteraan masyarakat Sumbar. Kondisi tersebut tercermin pada terkoreksinya sejumlah indikator kesejahteraan, seperti persentase penduduk miskin, Indeks Pembangunan Manusia, tingkat pengangguran, kesenjangan, Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan.

Kakanwil DJPb Sumbar, Heru Pudyo Nugroho.

Tren positif pertumbuhan ekonomi sejalan dengan meningkatnya realisasi APBN di Sumbar. Sebagai instrumen fiskal yang dikelola oleh Pemerintah, APBN harus diformulasikan secara tepat untuk mendorong pertumbuhan, pembangunan, dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro baik tingkat regional maupun nasional.

Saat ini, APBN masih menjadi instrumen fiskal utama untuk menopang perekonomian. Pada triwulan II 2021, pendapatan negara dan belanja pemerintah pusat di Sumbar mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini menjadi indikasi awal bahwa perekonomian di Sumatera Barat sudah mulai membaik.  

Realisasi pendapatan negara di Sumbar sampai dengan triwulan II 2021 sebesar Rp3,34 triliun, tumbuh 23,95 persen (y-o-y). Pertumbuhan ini didorong oleh penerimaan perpajakan yang tumbuh 43,71 persen (y-o-y). Di sisi lain, belanja pemerintah pusat di Sumbar mengalami pertumbuhan 10,01 persen yang didorong oleh pertumbuhan dari keempat jenis belanja yaitu belanja pegawai, barang, modal dan bantuan sosial. Sementara belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami kontraksi 4,37 persen yang disebabkan karena adanya penurunan jumlah realisasi DAK Fisik dan Dana Desa.

Dari sisi pelaksanaan APBD, realisasi APBD lingkup Provinsi Sumatera Barat masih belum menunjukan tren positif. Realisasi pendapatan daerah masih terkontraksi 4,28 persen dan belanja daerah juga terkontraksi 11,99 persen (y-o-y). Terkontraksinya pendapatan daerah disebabkan karena menurunnya realisasi pendapatan transfer sebesar 4,59 persen dan menurunya PAD sebesar 3,31 persen. Sementara terkontraksinya belanja daerah disebabkan karena penurunan realisasi pada ketiga komponen belanja daerah.

Dalam KFR ini juga menyoroti terkait masih rendahnya tingkat kemandirian fiskal dari pemda di Sumatra Barat. Pendapatan daerah di Sumbar masih bergantung pada dana transfer pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari kontribusi pendapatan transfer terhadap total realisasi pendapatan daerah yang mencapai 82,13 persen, sementara PAD hanya berkontribusi 16,41 persen. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah di Provinsi Sumatera Barat masih cukup rendah.

Sementara itu dari sisi belanja daerah, realisasi belanja daerah di Sumbar mencapai Rp8,22 triliun atau 32,14 persen dari pagu. Rasio belanja pegawai pada sebagian besar pemda di Sumbar masih cukup tinggi. Secara agregat rasio belanja pegawai seluruh pemda adalah 47,36 persen. Besarnya alokasi belanja pegawai ini mengakibatkan anggaran untuk belanja modal sangat minim. Rasio belanja modal di Sumbar hanya sebesar 15,78 persen.

Di bagian akhir Kajian fiskal edisi kali ini, dibahas mengenai potensi investasi sektor pariwisata khususnya di kawasan Mandeh. Kawasan Mandeh dikenal dengan potensi alamnya yang indah dan dijuluki Raja Ampat dari Barat. Namun demikian, minimnya infrastruktur penunjang pariwisata membuat kawasan itu sulit berkembang. Oleh karena diperlukan adanya investasi di sektor pariwisata khususnya dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas pendukung pariwisata seperti hotel, resort, wahana permainan dan lain-lain. Pemda perlu terus melakukan promosi dan juga perlu melakukan menetapkan regulasi yang tepat untuk menciptakan iklim investasi yang baik di Kawasan Mandeh.

Kepala Kanwil DJPb Sumatra Barat mengharapkan KFR ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan khususnya dalam peningkatan peran fiskal bagi perekonomian Sumbar khususnya bagi kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat. Selain itu analisis fiskal dalam kajian ini diharapkan dapat memfasilitasi pencapaian tujuan makro ekonomi dalam mendukung pencapain fungsi APBN terkait alokasi, distribusi dan stabilisasi. (Yuni)

Baca Juga  Walikota Lantik 69 Pejabat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *