Bank sentral Palestina tengah mengkaji penerbitan mata uang digital. Ilustrasi Palestina. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman). |
Jakarta – Bank sentral Palestina tengah mengkaji penerbitan mata uang digital. Kebijakan ini memungkinkan Palestina untuk melepas ketergantungan pada shekel Israel yang selama ini menjadi mata uang untuk transaksi harian mereka.
“Ini untuk sistem pembayaran di negara kita dan mudah-mudahan dengan Israel dan lainnya dapat digunakan untuk pembayaran aktual,” ungkap Gubernur Bank Sentral Palestina Feras Milhem seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (25/6).
Tak hanya bisa mengurangi ketergantungan pada shekel Israel, mata uang digital Palestina nantinya juga bisa melepas ketergantungan pada dinar Yordania dan dolar AS yang juga sering digunakan. Penggunaan ketiga mata uang itu sudah terjadi sejak 1990, sebagaimana dikutip cnnindonesia.com.
Pasalnya, ketentuan Israel hanya memperbolehkan transaksi keuangan di Palestina menggunakan mata uang tersebut. Bahkan, Israel juga melarang transaksi tunai dalam jumlah besar di Palestina.
Tak cuma itu, jumlah shekel yang bisa ditransfer kembali ke Israel oleh Palestina pun juga dibatasi. Akibatnya, terkadang Palestina harus melakukan peminjaman shekel untuk menutup kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga dan terjebak dengan shekel.
Kendati begitu, Ekonom Institut Penelitian Kebijakan Ekonomi Palestina Raja Khalidi meragukan harapan tersebut. Sebab, selama ini transaksi pembayaran telah diwajibkan menggunakan shekel Israel
“Kondisi ekonomi makro tidak memungkinkan mata uang Palestina, baik digital atau lainnya, ada sebagai alat penukaran,” kata Khalidi.
Namun, menurutnya, rencana penerbitan uang digital Palestina bisa memberi sinyal politik bagi Israel melalui kebijakan moneter. Sementara mantan penasihat senior gubernur bank sentral Israel, Barry Topf juga meragukan harapan bank sentral Palestina.
“Itu (uang digital) tidak akan menggantikan shekel, dinar, atau dolar. Ini tentu tidak akan menjadi penyimpan nilai atau unit akuntansi,” ucap Topf.
Rencana Palestina ini sebelumnya juga sudah dilakukan oleh bank sentral China hingga Swedia yang juga mengkaji penerbitan mata uang digital. Kebijakan ini merupakan sikap untuk menghadapi tren uang kripto di pasar global. (*)