Wawan Geni saat menyelesaikan lukisan dengan pewarnaan obat nyamuk bakar Foto: Eko Susanto/detikcom |
Magelang – Pelukis yang satu ini lihai dalam mewarnai karyanya menggunakan puntung rokok maupun obat nyamuk bakar. Pesona unik dan gaya khas dalam teknik melukisnya itu membuat 98 persen karya lukisannya dikoleksi orang asing.
Dialah Untung Yuli Prasetyawan (39), seniman lukis yang tinggal di Kauman, Desa Blondo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ia telah menggunakan teknik pewarnaan menggunakan puntung rokok dan obat nyamuk sejak tahun 2003. Untuk sekali melukis di kanvas ukuran 2 meter proses pewarnaan baru bisa selesai setelah setahun.
Wawan Geni, begitu panggilan akrabnya, menceritakan awal mula pewarnaan dengan teknik bakar ini. Untuk kali pertamanya ia membuat sketsa di kanvas, selanjutnya barulah dilakukan pewarnaan baik dengan puntung rokok atau obat nyamuk bakar dalam kondisi menyala, sebagaimana dikutip detik.com
“Mulai tahun 2003 saya pertama melukis pakai puntung rokok dan obat nyamuk bakar,” kata Wawan Geni saat ditemui di sela-sela menyelesaikan lukisan di Balkondes Karangrejo Borobudur, beberapa waktu lalu.
Wawan mengakui, teknik pewarnaan dengan obat nyamuk bakar membutuhkan waktu yang lama untuk penyelesaiannya. Untuk lukisan ukuran 80 x 100 diselesaikan antara 2 hingga 3 bulan. Kemudian untuk lukisan ukuran 2 meter bisa diselesaikan dalam waktu setahun.
“Itu rata-rata dua hingga tiga bulan untuk ukuran 80 x 100, kalau lebih besar 4 sampai 6 bulan. Kalau ukuran 2 meteran, ada yang setahun. Saya pernah yang 2 meteran setahun,” tuturnya.
Alumni Seni Rupa ISI Yogyakarta itu menuturkan, menggambar memang hobinya dan sudah tertarik digeluti sejak lama. Ia mengaku dulu pernah juga menggunakan cat pada umumnya, namun semenjak 2003 tersebut fokus menggunakan pewarna puntung rokok maupun obat nyamuk bakar.
“Pernah pakai cat, cat akrilik, cat minyak, tapi kemudian fokus ini. Dari eksperimen, menarik, saya teruskan sampai sekarang,” ujar dia yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) itu.
“Kalau di teknik ini saya temukan secara autodidak. Kebetulan saya juga kuliah di Seni Rupa murni ISI Yogyakarta sebagai pengembangan skill saja,” kata Wawan.
Untuk lukisannya kebanyakan ada gambar Candi Borobudur dan kehidupan sosial yang ada di sekitarnya. Hal ini dilakukan karena ia tinggalnya masih di sekitar Candi Borobudur.
“Iya kebanyakan (Candi Borobudur). Karena saya tinggal di sekitar Borobudur. Saya hanya memiliki pemikiran sederhana, ‘saya tinggal di Borobudur hanya bisa melukiskan nuansa sekitar, kehidupan sosial sehari-hari di lingkungan sekitar’,” ujar Wawan.
Wawan mengakui, karya lukisan sebagian besar diminati orang asing. Baik itu dari Amerika, Eropa maupun lainnya. “Kebanyakan 98 persen orang asing. Amerika, Eropa itu hampir banyak ya, Jerman ada juga,” tuturnya.
Kesulitan yang dihadapi, kata dia, karena untuk melukis ini harus terus meniup. Meniup yang dilakukan dengan pernapasan.
“Kesulitannya hanya secara fisik karena harus meniup-niup terus pakai tenaga dalam. Dalam artian paru-paru ya,” kata dia sambil berkelakar, itu.(*)