Joko Widodo |
Liputankini.com-Presiden Joko Widodo mengaku upaya sosialisasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah belum optimal. Kenyataan di lapangan yang ia temui, masih banyak kelompok masyarakat yang enggan untuk divaksin.
Namun ia menekankan, pendekatan persuasif lebih diutamakan, ketimbang pengenaan sanksi atau denda bagi yang menolak divaksin. Jokowi menyadari bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah selama ini masih sebatas penjelasan bahwa vaksin itu aman dan halal.
Sosialisasi, ujar presiden, belum secara optimal membuat masyarakat secara sukarela berbondong-bondong untuk disuntik vaksin Covid-19. “Tapi memang betul sosialisasi itu memang kurang. Ternyata dari yang kita lakukan ke pedagang pasar, 10 pedagang yang kita tanya, yang mau divaksin hanya tiga. Yang tujuh enggak mau,” ujar Jokowi dalam dialog bersama sejumlah pimpinan media massa, Rabu (17/2). Dialog ini diunggah di website resmi istana, Sabtu (20/2).
Sosialisasi, menurut presiden, salah satunya dilakukan dengan memperbanyak pelaksanaan vaksinasi massal. Maksudnya, vaksinasi dilakukan secara massal di tempat-tempat strategis yang dinilai dekat dengan rakyat.
Misalnya, vaksinasi terhadap pedagang pasar dilakukan langsung di pasar. Cara tersebut dianggap memberi ‘efek psikologis’ yang positif agar masyarakat mau divaksin.
“Saya kira, dari ini, kampanye dari mulut ke mulut akan muncul. Saya lihat setelah satu atau dua orang disuntik, kemudian melewati temannya terus ditanya ‘Gimana?’ ‘Enggak apa-apa’. Mungkin itu pada senang,” ujar presiden yang dikutip republikaonline.
Jokowi menambahkan, penerapan sanksi dan denda terhadap masyarakat yang menolak vaksin bukan menjadi solusi utama pemerintah. Pendekatan persuasif melalui promosi yang lebih masih tetap menjadi prioritas.
“Yang paling penting memang kesadaran, dan memang tidak ingin sanksi ini kita tonjolkan. Itu namanya kan orang disuruh vaksin tapi ditakut-takutin. Saya kira ndak seperti itu yang kita inginkan. Kesadaran yang baik yang diperlukan,” kata Jokowi.